Relokasi Pengungsi Rohingya Berpotensi Timbulkan Krisis Baru

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini

Selasa 12 Mar 2019 10:10 WIB

Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh, Foto: Altaf Qadri/AP Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Bangladesh berencana memindahkan 23 ribu pengungsi Rohingya ke sebuah pulau tak berpenghuni yang rawan badai topan. Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai rencana Bangladesh tersebut akan menciptakan krisis baru bagi para pengungsi Rohingya.

Utusan Dewan HAM PBB Yanghee Lee belum lama ini mengunjungi Bhasan Char. Dalam laporannya di Jenewa, Lee pesimis bahwa, pulau di Teluk Bengal yang akan menjadi tempat relokasi pengungsi Rohingya benar-benar layak huni.

Baca Juga

"Relokasi yang tidak direncanakan dan tanpa persetujuan para pengungsi memiliki potensi untuk menciptakan krisis baru," ujar Lee dilansir Aljazirah, Selasa (12/3).

Pernyataan Lee tersebut berdasarkan temuan setelah berkunjung ke Thailand dan Bangladesh pada Januari lalu. Dalam sebuah surat pada Desember, pemerintah Myanmar mengatakan bahwa kunjungan Lee kontraproduktif dan mengklaim bahwa laporan-laporan yang disampaikannya tidak memiliki objektivitas dan imparsialitas.

Dalam laporannya, Lee mengatakan, PBB harus diizinkan untuk melakukan penilaian teknis dan kemanusiaan secara penuh. Menurutnya, para pengungsi Rohingya harus melihat sendiri tempat relokasi yang akan digunakan dan berhak menentukan pilihan.

Lee juga mengatakan, sekitar lebih dari 10 ribu warga sipil telah meninggalkan rumah mereka di negara bagian Rakhine, Myanmar sejak November tahun lalu karena kekerasan dan kurangnya bantuan kemanusiaan. Adapun bentrokan yang terjadi antara kelompok militer dan kelompok pemberontak Rakhine telah menyebabkan kematian beberapa warga sipil, termasuk anak-anak.

Lee juga menyatakan keprihatinan serius terhadap keputusan pemerintah negara bagian Rakhine yang menginstruksikan badan-badan bantuan kemanusiaan untuk menghentikan kegiatan mereka. Langkah ini merupakan pelanggaran terhadap kewajiban kemanusiaan di Myanmar.

"Ini pelanggaran terhadap kewajiban kemanusiaan internasional Myanmar untuk memberikan akses bagi lembaga bantuan kemanusiaan," kata Lee.

Sementara itu, Bangladesh telah meminta insinyur Inggris dan Cina untuk membantu mempersiapkan pulau sebagai tempat relokasi pengungsi Rohingya. Keterlibatan perusahaan Inggris, HR Wallingford dalam proyek tersebut telah memicu kritik dari kelompok advokasi Inggris.

Kelompok advokasi Burma Campaign UK pada Desember lalu menyebutkan, perusahaan tersebut masuk ke dalam daftar kotor. Sebab, mereka telah terlibat dalam proyek yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia. Namun, perusahaan belum mau memberikan komentar.

Sebelumya, juru bicara perusahaan mengatakan kepada The Guardian bahwa mereka tidak memiliki bisnis di Myanmar. Mereka juga membantah keterlibatan dengan Bangladesh untuk merancang tempat relokasi bagi pengungsi Rohingya.

Lebih dari 730 ribu pengungsi Rohingya berada di kamp-kamp pengungsian yang penuh sesak di Bangladesh. Meski ada pihak yang keberatan, pemerintah Bangladesh berharap dapat memindahkan sekitar 100 ribu pengungsi Rohingya ke sebuah pulau untuk mengurangi kelebihan kapasitas di kamp pengungsian.

Seorang aktivis Rohingya, Nay San Lwin menilai, satu-satunya cara untuk membuat para pengungsi tersebut pindah adalah dengan paksaan. Menurutnya, para pengungsi pasti akan menolak untuk dipindahkan.

"Semua orang di kamp akan menolak, tidak ada yang mau dipindahkan ke Bhasan Char," kata Lwin.