Gaya Pemudik Nikmati Jalur Pantura

Red: Agung Sasongko

Jumat 22 Jun 2018 19:18 WIB

Pemudik Foto: Republika/ Wihdan Pemudik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandangan mata Susanto (43 tahun), tidak pernah lepas dar layar kaca di salah satu SPBU di Brebes, Jawa Tengah, Jumat dinihari. Ia tampak begitu terpukau menyaksikan pertandingan sepak bola Piala Dunia 2018 Rusia yang disiarkan langsung salah satu stasiun televisi nasional.

Ia sedang menyaksikan pertandingan antara Argentina dengan Kroasia di penyisihan Grup D di sudut area parkir yang sudah dipadati kendaraan roda dua dan empat .

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai pengemudi ojek online dan tinggal di Jakarta Timur itu seperti tidak mempercayai, tim kesayangannya tidak berdaya dan babak belur dihajar Kroasia, dengan skor telak 0-3.

Layaknya seorang komentator sepak bola handal, Susanto pun dengan lancar mengulas kekalahan Argentina akibat tidak bersinarnya Lionel Messi yang selalu menjadi andalan runner-up Piala Dunia 2014 Brazil itu.

photo
Para pemain Argentina tertunduk menyesali kekalahan 0-3 dari Kroasia.

"Itulah akibatnya kalau hanya mengandalkan satu pemain bintang, begitu Messi meredup, pemain lain juga ikut loyo," kata Susanto tampil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Dari awal, Susanto memang menjagokan Argentina sebagai salah satu favorit juara di pesta sepak bola yang dimulai tepat saat umat Islam seluruh dunia merayakan Hari Kemenangan setelah satu bulan penuh berpuasa.

Sang istri Yudenti (40), yang duduk disampingnya, tampak tidak peduli dengan kegundahan Susanto. Yudenti tidak tertarik dengan sepak bola dan berusaha keras menahan kantuk sambil sesekali melihat ke arah anak perempuannya Tissa (dua tahun) di sampingnya dan terlelap di atas tikar yang digelar di area parkir SPBU.

Sekali-sekali tangan Yudenti berusaha mengusir nyamuk atau lalat yang mencoba hinggap di wajah anaknya.

photo
Pedagang dadakan memenuhi kawasan area SPBU di kawasan jalur mudik pantura, Karawang, Jawa Barat, Ahad (10/6).

Suasana di SPBU milik Pertamina ini lebih menyerupai tempat penampungan pengungsi. Di berbagai sudut terlihat pedagang makanan dan minuman menggelar tikar dengan sasaran mereka yang hendak kembali ke rantau setelah berlebaran di kampung halaman.

Selain menyediakan teh manis, kopi untuk menghilangkan kantuk, serta mie rebus campur telur, para pedagang yang merupakan penduduk setempat juga menyediakan jasa pijit.

Susanto beserta anak dan istrinya adalah salah satu diantara mereka yang memanfaatkan areal parkir SPBU sebagai "rest area". Bagi Susanto, SPBU adalah tempat paling pas untuk melepas lelah karena tidak hanya menyediakan berbagai keperluan saat istirahat, termasuk fasilitas ibadah, tapi yang paling penting, ia juga tidak ketinggalan berita sepak bola Piala Dunia.

"Dalam setiap perjalanan, saya selalu berusaha menikmatinya dengan berbagai cara. Kebetulan saat balik usai Lebaran ini bertepatan dengan Piala Dunia dan saya manfaatkan sebagai hiburan selama perjalanan," kata Susanto yang sebelumnya adalah sales produk semen sebelum beralih sebagai pengemudi ojek online.

photo
Sejumlah warung dadakan berjejer di rest area SPBU Jalur Pantura, Jabar, Kamis (22/6).

Tidak semua pengunjung di SPBU tersebut tertarik menonton Piala Dunia. Beberapa kelompok anak muda yang kembali ke Jakarta dengan sepeda motor besar, tampak asyik bermain gaplek, sementara yang lain bermain game melalui gawai mereka. Sebagian lagi larut dalam lamunan masing-masing.

Menikmati pantura

Adanya jalan tol, baik yang sudah berstatus operasional maupun fungsional dan hampir tersambung tanpa putus dari Merak sampai surabaya, membuat pemudik seolah berlomba untuk mencobanya, dengan harapan cepat sampai di kampung halaman.

Namun tidak demikian halnya dengan Jetri Elvis, warga Cikarang yang baru saja menghabiskan waktu libur Lebaran bersama keluarganya di Semarang. Baik saat mudik pada H-4, maupun kembali ke Cikarang, Jetri yang berasal dari Padang itu, selalu melewati jalan nasional di sepanjang Pantura.

Disaat jalur Pantura yang juga dikenal dengan Jalan Daendels mulai kehilangan pamor akibat adanya jalan tol Cipali, Jetri yang mengelola sebuah biro perjanan itu tetap setia memilih Jalur Pantura saat mudik Lebaran.

photo
Pantura

Alasan pria jebolan Universitas Andalas jurusan Sosiologi itu sederhana, yaitu soal menikmati sebuah perjalanan.

"Di jalan tol Cipali misalnya, kami tidak bisa menikmati perjalanan karena begitu terjadi kemacetan, siap-siap tersiksa dengan antrian panjang dan tidak bisa kemana-mana. Kalau melewati Pantura, kami bisa mampir sambil menikmati kuliner setempat," katanya.

Peristiwa kemacetan parah di pintu keluar "Brexit" pada musim Mudik Lebaran 2016 yang merenggut jiwa akibat kelelahan, membuat Jetri semakin "antitol".

Jetri menilai bahwa karakter masyarakat Indonesia yang suka latah dengan hal-hal yang baru adalah penyebab terjadinya kemacetan parah di beberapa ruas jalan tol saat musim mudik Lebaran.

photo
Pengendara memperlambat laju kendaraannya saat melintasi ruas jalan Tol Cipali-Palimanan (Cipali), di Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (13/6).

"Coba bayangkan, jika jutaan orang mempunyai pikiran yang sama pada saat berlebaran, yaitu mencoba tol yang baru saat mudik. Yang terjadi adalah penumpukan orang pada titik yang sama," katanya.

Menjelang mudik Lebaran 2018, Jetri mengakui bahwa ia setuju dan kemudian mengikuti anjuran Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi agar pemudik tidak mengandalkan jalan tol sebagai satu-satunya pilihan untuk mudik, tapi mengggunakan jalan alternatif untuk menghindari penumpukan kendaraan.

Agar anggota keluarga tidak bosan selama perjalanan, Jetri kemudian mengajak mereka untuk menikmati kuliner di setiap kota yang dilewati. Saat melewati Cirebon, mereka mencari jajanan lokal seperti nasi jamblang dan empal gentong, sementara saat melintas di Brebes, membeli telur asin sebagai oleh-oleh.

Sukirman, warga Ciputat, Tengerang Selatan yang hendak berlebaran ke rumah mertua di Jepara, Jawa Tengah dengan menggunakan mobil pribadi bersama istri dan dua anak perempuannya mengaku sengaja mencari semua informasi terkait dengan lokasi wisata dan atraksi kuliner sepanjang Pantura.

photo
Pedagang menunggu pembeli oleh-oleh di jalur Pantura Kertasmaya, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (12/6).

Dari hasil menjelajahi informasi melalui dunia maya tersebut, maka disusunlah jadwal perjalanan, mulai dari atraksi kuliner maupun tempat wisata yang bisa disinggahi, diantaranya Cirebon dengan empat gentong, tahu aci di Kota Tegal, nasi grombyang (Pemalang), dan rica-rica entog (Kendal).

"Kami sekeluarga mudik ke Jepara tanpa target harus cepat sampai, yang penting kami menikmati perjalanan sekaligus berwisata," kata pria berusia 50 tahun itu, yang ditemui saat mengisi bahan bakar di Pemalang.

Berbeda dengan suasana di jalan lintas barat, tengah atau timur Pulau Sumatera yang harus menembus hutan lebat dan puluhan kilometer jalan tanpa penduduk, Jalur Pantura justru tidak pernah sepi.

Pemudik tidak perlu merasa khawatir kalau seandainya kendaraan mogok di jalan atau memerlukan bantuan dalam keadaan darurat karena hampir tidak ada lagi hutan lebat yang dilalui.

Pulau Jawa ibarat Pulau Kota karena satu kota saling sambung menyambung tanpa hutan belantara yang membatasi wilayah, mulai dari Merak, Tangerang, Jakarta, Bekasi, Karawang, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Kudus, Rembang, sampai Surabaya.

Dengan persiapan yang matang, perjalanan mudik maupun balik melalui Jalur Pantura dengan kendaraan pribadi, baik motor maupun mobil akan menjadi lebih menyenangkan.

Terpopuler