Pesan Perdamaian dari Khutbah Idul Fitri di Masjid Al-Akbar

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah

Jumat 15 Jun 2018 08:20 WIB

Umat muslim melakukan shalat di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, Jawa Timur (ilustrasi) Foto: Antara/M Risyal Hidayat Umat muslim melakukan shalat di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, Jawa Timur (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Budayawan asal Madura Zawawi Imron menjadi khotib pada pelaksanaan Sholat Idul Fitri 1439 H di Masjid Nasional Al-Akbar, atau biasa dikenal Masjid Agung Surabaya, Jumat (15/6). Pada khutbahnya, Zawawi menyampaikan hati yang damai akan diperoleh dengan mengakui kebesaran, serta banyak berdzikir kepada Allah SAW.

"Upaya berdamai dengan Allah melalui shalat, dzikir, shalawat, baca Al Quran dan lain-lain akan mempengaruhi jiwa untuk berdamai dengan seluruh manusia," kata Zawawi dalam petikan khutbah yang dibacakannya.

Maka dari itu, lanjut Zawawi, jikalau seseorang benar-benar beriman dan berdzikir, buahnya ia tidak akan membuat penganiayaan, kekejaman, dan kekerasan yang melukai hati dan fisik manusia yang lain. Zawawi juga mempertanyakan kepantasan seseorang yang mengaku beriman, tetapi masih senang melakukan kezaliman dan kekerasan.

"Baik kekerasan dalam rumah tangga seperti menempeleng istri, melukai tubuh anak, maupun kekerasan di luar rumah tangga berupa kerusuhan, penjarahan, adu domba dan lain-lain yang merusak tatanan kehidupan," ujar Zawawi.

Zawawi melanjutkan, setiap manusia beriman dan bertakwa mempunyai tugas menunjukkan dirinya sebagai manusia Khalifatullah. Yaitu manusia yang berakhlak, kreatif, dan selalu tampil untuk menyenangkan orang lain dalam pergaulan.

Maka dari itu diperlukan tatakrama bergaul yang indah. Misalnya dalam berbicara, selali mengupayakan dirinya menggunakan kata-kata yang sopan, serta menyenangkan orang yang mendengarnya, dan berupaya menghindari kata-kata kotor yang menyakitkan.

"Setiap kata-kata kotor diucapkan itu melambangkan hati orang yang mengucapkannya juga kotor. Akibatnya komunikasi dan pergaulan akan terganggu sehingga suasana damai dan rukun tidak akan terjadi," kata Zawawi.

Maka dari itu, lanjut Zawawi, diperlukan rasa ukhuwah, yaitu rasa persaudaraan yang tulus. Sebab, dalam persaudaraan yang tulus, setiap manusia akan berupaya untuk menolong, membantu, dan membahagiakan orang lain.

 

Zawawi menuturkan, setiap insan beriman sejatinya mempunyai tugas untuk berintrospeksi, apakah cara berkomunikasi dan cara bergaulnya bisa menyenangkan orang lain? Jika tidak, berarti harus semakin meningkatkan rasa taqarrub kepada Allah, sampai hatinya bersih dari dendam, egois, merasa benar sendiri, sombong, takabbur, yang membuat komunikasi dengan orang lain menjadi gagal.

 

"Dan jika kita gagal berkomunikasi secara baik, bisa mungkin gagal sebagai manusia karena hati tidak ikhlas. Itulah pentingnya akhlak yang mulia dan hati yang tulus ikhlas," ujar Jawawi.

Terpopuler