Tim Peneliti Bosscha Lakukan Pengamatan Hilal di Lembang

Red: Andri Saubani

Kamis 14 Jun 2018 17:42 WIB

Tim Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama pihak-pihak terkait melakukan pengamatan hilal menjelang Syawal 1439 H, di komplek Observatorium Bosscha, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (14/6). Foto: Republika/Edi Yusuf Tim Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama pihak-pihak terkait melakukan pengamatan hilal menjelang Syawal 1439 H, di komplek Observatorium Bosscha, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (14/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tim peneliti Observatorium Bosscha melakukan pengamatan hilal di Lembang, Kabupaten Bandung pada Kamis (14/6) sore. Tim memverifikasi interpretasi data astronomis posisi bulan.

"Bulan sabit yang ingin diamati pada tanggal 14 Juni 2018 adalah bulan sabit penanda beralihnya bulan Ramadhan ke bulan Syawal dalam kalender Hijriah," ujar Direktur Observatorium Bosscha, Premana W Premadi dalam keterangan tertulisnya, Kamis.

Dari Observatorium Bosscha, bulan akan diamati setelah matahari terbenam 36 menit 43 detik. Berdasarkan kondisi tersebut, dikombinasikan dengan posisi projektif bulan yang dekat dengan matahari atau elongasi sekitar 9,24 derajat, dan iluminasi rendah 0,66 persen maka bulan sulit diamati dengan mata telanjang.

Observatorium Bosscha akan menggunakan bantuan teleskop optik dalam pengamatan ini. Nantinya, Observatorium Bosscha akan menyampaikan hasil perhitungan, pengamatan dan penelitian tentang hilal kepada unit pemerintah yang berwenang jika diperlukan sebagai masukan untuk Sidang Isbat.

"Penentuan awal Ramadhan dan Syawal di Indonesia, pihak yang berwenang menentukan awal Ramadhan dan Syawal adalah pemerintah melalui Sidang Isbat," katanya.

Menurutnya, kalender Hijriah merupakan sistem penanggalan yang mengacu kepada siklus periodik fase bulan. Urutan kemunculan fase bulan digunakan sebagai penanda waktu dan periode dalam kalender lunar (bulan sabit sebagai penanda awal atau akhir bulan dan bulan purnama menandakan pertengahan).

Satu bulan pada kalender lunar ditetapkan sebagai panjang waktu atau periode satu siklus bulan mengeliling bumi, yakni selama rata-rata 29,53 hari atau disebut periode Sinodis. Penghitungan hari dalam kalender Hijriyah dimulai saat matahari terbenam dan penetapan awal bulan pada kalender Hijriyah dimulai setelah terjadi konjungsi.

"Konjungsi adalah saat posisi bulan dan matahari berada pada posisi garis bujur ekliptika yang sama," katanya.

Konjungsi ditetapkan sebagai batas astronomis antara bulan yang sedang berlangsung dengan bulan berikutnya dalam sistem kalender lunar. Pada saat konjungsi, matahari, bulan, dan bumi dalam konfigurasi segaris. Sehingga bulan berada pada fase bulan mati diamati dari permukaan bumi.

Peralihan bulan dalam kalender Hijriyah menjadi menantang ketika faktor 'melihat' atau sighting bulan sabit setelah konjungsi terjadi sebagai kriteria. Terlepas dari perbedaan kriteria yang muncul di masyarakat, keberhasilan teramatinya bulan sabit muda yang tipis secara astronomis merupakan kombinasi dari banyak faktor penentu.

"Seperti posisi relatif bulan terhadap matahari dari posisi tertentu permukaan bumi, usia bulan, porsi kecerahan bulan (iluminasi), dan tentu saja kondisi langit dan cuaca di sekitar horison," kata dia.

In Picture: Pengamatan Hilal 1 Syawal di Bosscha.

Terpopuler