Relaks Sejenak Bersama Tukang Pijat di Jalur Mudik

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nur Aini

Kamis 14 Jun 2018 11:49 WIB

Area terbuka yang digunakan untuk jasa pijat di Rest Area Km 207 Tol Palikanci, Kamis (14/6).  Foto: Adinda Pryanka/Republika Area terbuka yang digunakan untuk jasa pijat di Rest Area Km 207 Tol Palikanci, Kamis (14/6).

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Arus mudik mendatangkan rezeki bagi Aminah (36 tahun), warga Desa Setu Patok, Cirebon. Dengan memanfaatkan kekuatan tangannya, ia menjual jasa pijat dan urut bagi para pemudik yang tengah beristirahat di Rest Area 207A Tol Palikanci, Cirebon.

Meski tubuhnya mungil, dengan tinggi sekitar 150 cm dan berat badan 40 kilogram, Aminah terbilang kuat. Pijatannya mampu merelaksasi urat dan otot yang tegang setelah berkendara jarak jauh. Minyak kayu putih yang dibalurkan ke tangannya membuat pijatan Aminah semakin terasa maksimal.

Aminah bukan pendatang baru di Rest Area 207A. Arus mudik tahun ini merupakan kali kelimanya menjajakan jasa pijat ke pemudik. "Sejak rest area dibuka, saya sudah ke sini," tuturnya ketika ditemui Republika.co.id di sela waktu kerjanya, Kamis (14/6) siang.

photo
Area terbuka yang digunakan untuk jasa pijat di Rest Area Km 207 Tol Palikanci, Kamis (14/6). (Adinda Pryanka/Republika)

Selain menawarkan jasa pijat, ibu dari lima anak itu juga menyewakan tikar yang dibawanya dari rumah. Tikar itu dapat dimanfaatkan pemudik untuk meregangkan badan, meluruskan punggung sejenak hingga tidur sebentar. Angin yang sejuk dan tajuk pepohonan di sekitarnya membuat lapak Aminah tidak pernah sepi.

Aminah tidak pernah mematok harga sewa dan jasa pijatnya. Ia memberi kebebasan pada pemudik. Tapi, secara rata-rata, ia bisa mendapatkan Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu per kedatangan pemudik di lapaknya.

Pendapatan yang didapatkan Aminah per harinya bervariasi. Hari pertama ia membuka lapak, Ahad (10/6), ia hanya mendapat Rp 75 ribu. "Soalnya kemarin itu saya masih buka tikar di area depan. Security melarang pemudik untuk istirahat di situ, jadi deh hanya sedikit pemasukan saya," ucapnya.

Memasuki hari kedua, Aminah diajak salah seorang teman untuk pindah lapak ke sisi belakang rest area yang berada di area rerumputan. Di situ, jualannya lebih laku. Sekitar Rp 250 ribu bisa dibawanya pulang setelah membuka lapak dari pukul 10.00 sampai 16.00 WIB.

Pada tahun lalu, Aminah mampu mendapatkan Rp 1,5 juta selama menggelar lapak di rest area selama lima hari pada arus mudik. Ia berharap, jumlah tersebut bisa didapatkannya lagi tahun ini untuk membiaya anak keempatnya yang akan masuk ke tingkat SMP.

Jelang arus balik, Aminah akan pindah ke rest area seberang untuk mengincar pemudik yang kembali ke perantauan. Tapi, biasanya arus balik lebih sepi. "Nggak tahu kenapa ya," ujar Aminah yang biasa naik ojek untuk pergi dari rumah ke rest area itu. Pendapatan yang diraih Aminah pada musim mudik sangat membantunya dalam menunjang belanja rumah tangga dan kebutuhan sekolah anak.

Memanfaatkan arus mudik untuk menjual jasa pijat di rest area juga dilakukan oleh Fahmi (27 tahun), warga Desa Setu Patok. Lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkot itu bisa meraih Rp 150 ribu per hari dengan memijat lima sampai enam pemudik tiap harinya.

Fahmi baru pertama kali menjual jasa pijat di rest area. Meski sempat merasa kagok, kini ia sudah mulai terbiasa dengan aktivitasnya di rest area. "Biasa ke sini jam 10an karena jam segitu mulai ramai. Balik ke rumah jam 5 sore paling," tutur bapak dari satu anak itu.

Berbeda dari Aminah yang menggelar lapak di antara pepohonan, Fahmi memilih menjual jasanya di area pijat. Area itu sengaja dibangun pengelola untuk pemijat maupun pemudik yang ingin dipijat. Lokasinya berada di lantai dua bangunan, di atas minimarket dan kedai makanan siap saji.

Akan tetapi, baik Aminah dan Fahmi, tidak membutuhkan biaya sewa untuk menjajakan jasanya. Mereka cukup membawa tikar dan minyak sendiri dari rumah untuk para pemudik yang ingin rehat sejenak.

Area pijat yang disediakan memiliki konsep terbuka. Angin semilir terasa nyaman menemani pemudik yang ingin rehat sejenak seperti Radit (35 tahun), pemudik asal Jakarta. Berkendara dari dini hari membuat otot dan urat kakinya yang tegang harus direlaksasi.

Radit merasa terbantu dengan area pijat di Rest Area Km 207a. Dibanding harus menggunakan kursi pijat, tenaga pemijat lebih efektif untuk merelaksasi tubuhnya. "Apalagi tempatnya nyaman buat sambil tiduran,"ujar laki-laki asli Kendal, Jawa Tengah, itu.

Untuk di area pijat itu, pemudik juga dikenakan biaya antara Rp 15 ribu hingga Rp 25 ribu. Variasi harga tergantung bagian tubuh mana saja yang dipijat. Setidaknya ada 15 pemijat yang siaga di area pijat maupun berkeliling, menjualkan jasanya ke para pemudik.

Terpopuler