REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sedikitnya 15 ribu perantau Minang mengikuti tradisi pulang basamo alias mudik bersama ke kampung halaman di Sumatra Barat. Selain pulang basamo, ada beberapa nama yang juga disematkan pada tradisi 'mudik murah meriah' ini. Seperti kampuang maimbau pulang atau taragak kampuang. Meski beda-beda nama, ketiganya memiliki makna yang sama yakni tradisi pulang kampung bagi warga Minang di perantauan.
Kepala Biro Kerja Sama dan Rantau Sekretariat Provinsi Sumbar Luhur Budianda menjelaskan, tradisi pulang basamo sekaligus menjadi siasat bagi perantau yang ingin pulang ke Tanah Minang namun dibatasi oleh isi kantong, alias anggaran terbatas. Apalagi biasanya harga tiket pesawat melangit saat periode mudik Lebaran.
"Ada banyak cara untuk mudik bersama. Bagi mahasiswa biasanya mereka sewa bus. Kalau keluarga, mereka bawa kendaraan sendiri tapi janjian dengan keluarga lain. Konvoi akhirnya," ujar Luhur, Selasa (12/6).
Selama mudik Lebaran 2018 ini, lanjut Luhur, sedikitnya ada 15.350 perantau Minang yang menjalankan tradisi pulang basamo. Angka tersebut tersebar ke berbagai daerah di Sumbar, seperti Nagari Lubuk Tarok Sijunjung 500 orang, Nagari Kamang Hilia Agam 500 orang, Nagari Kubang Limapuluh Kota 150 orang, Nagari Pakan Sinayan Agam 500 orang, Nagari Malalo Tanah Datar 3.000 0rang, dan Nagari Duo Koto Agam 1.000 orang.
Lalu ada perantau dari Nagari Batu Palano Agam 200 orang, Nagari Sungayang Tanah Datar 500 orang, Nagari Silungkang Sawahlunto 1.000 orang, Nagari Tanjung Alam Tanah Datar 100 orang, dan Nagari Saniang Bakar Solok 3.000 orang.
Pemudik yang pulang basamo juga tercatat melalui sejumlah komunitas. Misalnya perantau Lampung sebanyak 80 orang, perantau Bandung 500 orang, dan Persatuan RM Sederhana se-Indonesia 5.000 orang.
"Mereka biasanya mengadakan acara pulang basamo secara besar-besaran dalam dua tahun sekali. Itu baru yang kami data. Dan masih banyak yang tak tercatat," katanya.
Angka yang dijabarkan di atas hanya pemudik yang menjalankan tradisi pulang basamo, alias mudik bersama-sama atau 'patungan' supaya lebih irit. Sementara pemudik yang pulang kampung dengan moda transportasi lainnya belum tercatat.
Jumlah pemudik ke Sumbar secara menyeluruh sendiri diperkirakan mencapai jutaan orang. Dinas Perhubungan Sumbar mencatat, jumlah pemudik yang masuk wilayah Sumbar selama periode mudik 2017 lalu mencapai 3,5 juta orang. Sementara tahun ini, diperkirakan akan merosot menjadi dua juta orang.
Luhur menilai, tradisi mudik bagi masyarakat Minang memiliki makna yang mendalam. Tak hanya perkara silaturahim, mudik juga menjadi bahan bakar bagi mesin perekonomian masyarakat di daerah. Ia menyontohkan, bila satu orang pemudik membawa Rp 1 juta untuk bertransaksi di Sumbar, maka jutaan pemudik tentu bisa mengalirkan uang triliunan rupiah selama libur Lebaran.
"Nilai ekonominya cukup signifikan biasanya. Kalau kita ambil terendah saja, setiap orang Rp 1 juta, nilainya besar. Itu pun enggak mungkin kan cuma sejuta," katanya.