Kembalinya Semangat Ramadhan di Mosul, Irak

Rep: mgrol105/ Red: Andi Nur Aminah

Jumat 08 Jun 2018 07:07 WIB

Warga Mosil menyiapkan hidangan iftar Foto: indiatimes Warga Mosil menyiapkan hidangan iftar

REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL -- Para penabuh drum memecah keheningan malam pertanda waktu sahur di bulan suci Ramadhan telah tiba. Para penabuh drum mengumumkan waktu sahur di bulan suci Ramadhan.

The Islamic State (IS) yang menguasai kota tersebut selama tiga tahun, sebelum diusir Juli lalu, melarang masyarakat untuk memainkan drum saat sahur, ataupun merayakan tradisi Ramadhan lainnya. Tetapi sejak Ramadhan tahun ini dimulai pada pertengahan Mei, Rayan Khalidi dan Ali Mahboub telah berkeliling menabuh drum pada malam hari dengan mengenakan jilbab tradisional keffiyeh dan jubah jalabiya.

Para drumer Ramadhan, yang dikenal sebagai messaharati, adalah bagian dari warisan agama dan sosial di Mosul. Dilansir dari indiatimes.com, kota ini telah berdiri selama berabad-abad sebagai pusat perdagangan dan budaya di Timur Tengah.

Tetapi para jihadis IS memutuskan bahwa tradisi seperti menabuh drum seperti itu adalah dosa, di bawah penafsiran mereka yang kaku terhadap Islam yang ditegakkan oleh pengadilan dan antek-anteknya sendiri. Ironisnya, warga Mosul melaksanakan Ramadhan seperti negara lainnya, hingga pada tahun 2014, ketika IS memproklamirkan "kekhalifahan" yang mencakup traktat Suriah dan Irak.

Ramadhan adalah waktu untuk reuni keluarga di negara-negara Muslim. Tetapi di Mosul, peristiwa seperti itu sering hanya terjadi setelah beberapa jam berbelanja untuk mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat hidangan rumit, yang terkenal di kota ini.

Di bawah aturan IS, "Perempuan tidak memiliki hak untuk pergi keluar, kecuali jika terdapat kebutuhan-kebutuhan yang ekstrim, dan bahkan kemudian seorang wanita harus ditemani oleh seorang pria dan sepenuhnya ditutupi oleh cadar hitam." kata Nahed Abdullah, seorang supir taksi.

Hassan Abdelkarim, yang saudaranya tewas ketika rumah mereka dibom tahun lalu, mengatakan para jihadis telah menghancurkan banyak masjid Mosul. "Sekarang kita harus mendengar panggilan adzan dari menara yang jauh untuk mengetahui waktu berbuka puasa," kata Hassan.

Sulit untuk menentukan waktu yang tepat untuk berbuka puasa karena tidak adanya listrik atau pun ponsel. Abu Salman, tidak pernah mengalami kehidupan di bawah para jihadis. Dia telah mengungsi sebelum pengambilalihan IS pada 2014.

Lalu dia kembali untuk menemukan rumah dan tokonya, namun keduanya telah hancur. "Ramadhan adalah waktu terbaik untuk berbisnis. Namun, sekarang saya tidak memiliki sumber pendapatan dan harus bertahan hidup untuk amal," katanya.

Sementara keluarga-keluarga di Mosul menunggu peluncuran rekonstruksi dan bantuan untuk membantu mereka bangkit kembali. Warga Mosul telah menghidupkan kembali tradisi Ramadhan yaitu tradisi mendirikan meja panjang di jalan untuk memberi makan orang miskin. "Ini adalah inisiatif yang indah dan khas dari orang-orang Mosul yang dikenal karena rasa solidaritas mereka, terutama di masa-masa sulit," kata Umm Mahmud.

Terpopuler