Parsel Ramadhan untuk Warga Tambuk, Sulut

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agus Yulianto

Kamis 07 Jun 2018 19:47 WIB

Warga Desa Tumbak menyiapkan 200 paket parsel ramadhan dari Dompet Dhuafa Foto: Republika/Dea Alvi Soraya Warga Desa Tumbak menyiapkan 200 paket parsel ramadhan dari Dompet Dhuafa

REPUBLIKA.CO.ID,  Suara gitar mantan vokalis grup musik Payung Teduh, Muhammad Istiqomah Djamad mengiringi nyanyian riang anak-anak Desa Tumbak Induk, Kecamatan Pusomaen, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. Dengan latar belakang laut dan beberapa perahu yang tengah menepi, pria yang akrab dipanggil Bang Is itu mulai memetik senar gitar sambil mengajak anak-anak bernyanyi lagu-lagu nasional.

Kedatangan Bang Is ke ujung Minahasa Tenggara ini dimaksudkan untuk membangkitkan semangat beribadah di hari-hari terakhir Ramadhan. Dalam program kegiatan sosial yang diinisiasinya bersama Dompet Dhuafa, Bang Is berbagi keberkahan dengan membagikan 200 parsel berisi bahan-bahan sembako ke seluruh warga desa. 

“Desa Tumbak ini sejatinya sangat kaya, tapi tidak dimaksimalkan karena sulitnya akses dan kurangnya pendidikan,” kata pria asal Makassar ini.

Desa Tumbak Induk merupakan desa berpenduduk Muslim yang berada di pesisir laut. Sepanjang perjalanan, bangunan gereja akan lebih banyak ditemui dibandingkan masjid, mengingat mayoritas warga Minahasa memeluk agama Katolik dan Protestan, sehingga masjid hanya akan ditemui di desa ini. 

Hal unik lain dari Desa Tumbak adalah banyak rumah warga yang berbatasan langsung dengan bibir laut Maluku. Tak aneh jika rumah-rumah penduduk kebanyak berbentuk menyerupai rumah panggung dengan tiang penyangga rumah yang menancap langsung ke dasar laut. 

Kebanyakan rumah penduduk terbuat dari kayu tembakau yang disusun rapih sehingga tetap kokoh meski berdiri di atas dasar laut. Saat menunduk, air laut yang jernih akan menampilkan penampakan gerombolan ikan kecil dan besar yang hilir mudik. Pemandangan laut yang biru juga dapat langsung tersaji ketika bersantai menikmati senja di teras rumah. 

Untuk tiba di desa ini, perjalanan yang dibutuhkan dari Kota Madano sekitar tiga jam perjalanan dengan jarak tempuh sekitar 77 kilometer. Meski memiliki pemandangan laut yang indah, namun kehidupan warga Tumbak tidak dapat dinyatakan sejahtera. 

Keadaan masyarakat yang belum berekonomi mandiri, membuat nelayan masih mengandalkan tengkulak untuk menjual hasil tangkapannya, dan tak jarang dihargai dengan harga yang tidak manusiawi. Tidak mandirinya warga, membuat kehidupan nelayan Desa Tumbak sulit sejahtera meski potensi ikan tangkapan melimpah. 

Pemimpin program parsel ramadhan Dompet Dhuafa Kholid Abdillah menjelaskan, salah sagu alasan ditetapkannya Desa Tumbak sebagai lokasi penyaluran bantuan adalah sulitnya akses untuk mencapai desa, juga musim angin selatan yang menghambat nelayan untuk melaut.

“Di sini juga lagi musim angin selatan sehingga tidak bisa melaut. Padahal, sebentar lagi lebaran dan membutuhkan biaya, makanya dengan parsel ini diharapkan bisa membantu,” kata Kholid.