Durasi Puasa Jadi Tantangan Mahasiswa Indonesia di Pakistan

Red: Agung Sasongko

Kamis 07 Jun 2018 12:53 WIB

 Seorang pria berdoa sebelum berbuka puasa pada hari pertama bulan Ramadhan, di sebuah masjid di Peshawar, Pakistan (29/6).  (Reuters/Fayaz Aziz) Seorang pria berdoa sebelum berbuka puasa pada hari pertama bulan Ramadhan, di sebuah masjid di Peshawar, Pakistan (29/6). (Reuters/Fayaz Aziz)

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Pakistan merupakan negara yang secara geografis terletak di Asia Selatan memiliki empat musim. Di antaranya musim semi, musim dingin, musim gugur, dan musim panas. Ramadhan di Pakistan seringkali bertepatan dengan musim panas sehingga mempengaruhi durasi puasa Ramadhan dan cuaca.

Mahasiswi International Islamic University of Islamabad, Yutsrina Azimah menceritakan, ketika musim dingin, durasi malam akan semakin panjang sedang durasi siang akan semakin pendek. Beda halnya saat sedang musim panas, durasi malam akan semakin pendek dan durasi siang akan semakin panjang.

"Di sini, puasa Ramadhan berdurasi kurang lebih 16 jam, adzan subuh jam 03.15 (waktu setempat) dan adzan maghrib jam 19.22 (waktu setempat)," kata Yutsrina kepada Republika.co.id, Rabu (6/6).

Selain durasi siang yang sangat panjang, saat musim panas suhu udara juga bisa mencapai 46 derajat celsius. Sehingga angin yang seharusnya membuat sejuk, malah menjadi angin yang terasa panas. Kondisi seperti ini menjadi pengalaman dan tantangan melaksanakan ibadah puasa Ramadhan di negeri Muhammad Ali Jinnah (pendiri Negara Pakistan).

Sambil mengenang kampung halamannya di Indonesia, Yutsrina menceritakan, makanan yang biasanya disajikan saat sahur di Pakistan juga bervariasi. Di antaranya roti paratha, chapati dengan daal chana, qeema, anda tomato, yoghurt dan chai yakni teh susu yang dicampur dengan kapulaga.

Sementara, di Indonesia saat mendekati waktu berbuka puasa banyak penjual makanan untuk buka puasa di pinggir jalan. Berbeda dengan di Pakistan, tidak ada penjual yang terlihat di pinggir jalan saat mendekati waktu buka puasa.

"Saat adzan maghrib sudah dekat, mereka (masyarakat Pakistan) serempak menutup toko dan bergegas pergi ke masjid terdekat," ujarnya.

Yutsrina menerangkan, Pakistan merupakan negara yang populasi umat Muslimnya adalah mayoritas. Jadi tidak heran bila menemukan banyak huffadz quran (penghafal Alquran) yang baik. Banyaknya penghafal Alquran karena orang Pakistan sangat kuat hafalannya.

Mereka bisa mengingat dengan cepat dan mengingatnya dalam kurun waktu yang lama. Selain itu, mereka didukung oleh dua jenis sistem pendidikan di Pakistan. Yakni sekolah umum dan madrasah penghafal quran. Madrasah ini seperti pondok pesantren kalau di Indonesia.

Dia juga menjelaskan, Pakistan terdiri dari berbagai etnik, di antaranya Punjab, Pashtun, Sindh dan Baloch. Namun disetiap etnis tidak ada perbedaan yang signifikan dari segi tradisi dalam menyambut Ramadhan maupun hari raya Idul Fitri.

"Jadi, ketika anda ingin berkunjung ke daerah Pakistan, maka sangat memungkinkan anda akan menemukan hal yang sama," terang Yutsrina.