REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nuzulul Quran merupakan peristiwa penting bagi umat Islam. Maka apa hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa Nuzulul Quran umat Islam sekarang.
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ustaz Tengku Zulkarnain mengatakan, hikmah yang bisa diambil dari peristiwa Nuzulul Quran, umat Islam harus kembali kepada Alquran. Sebab sekarang nampaknya umat Islam jauh dari Alquran.
"Sekarang masih banyak umat Islam yang belum bisa membaca Alquran karena buta huruf, kalaupun bisa membaca Alquran, banyak yang masih belum mau membaca Alquran," kata Ustaz Zulkarnain kepada Republika.co.id, Senin (4/6).
Ia mengatakan, masih banyak orang yang lebih senang memegang gawai (smartphone) ketimbang memegang Alquran. Masih banyak yang lebih senang dan memilih membaca tulisan-tulisan di media sosial, ketimbang membaca Alquran.
Menurutnya, nilai-nilai Alquran juga masih belum banyak diamalkan di tengah kehidupan masyarakat. Misalnya, Islam menyerukan untuk memilih pemimpin yang soleh, tapi masih ada yang memilih pemimpin tidak berdasarkan kesolehan yang dipilihnya.
Infografis Nuzulul Quran
Contoh lain sikap yang tidak mengamalkan nilai-nilai Alquran. Diketahui dalam setahun sebanyak 750 ribu pasangan suami-istri di Indonesia bercerai. Jadi kalau 750 ribu pasangan yang bercerai itu memiliki dua anak. Artinya ada 1,5 juta anak yang kehilangan ayah atau ibunya setiap tahun karena perceraian.
"Secara nasional, menurut data Pengadilan Agama seluruh Indonesia, rata-rata 750 ribu pasangan (suami-istri) yang bercerai setiap tahunnya," ujarnya.
Ustaz Zulkarnain menegaskan, intinya umat Islam harus kembali kepada Alquran. Alquran adalah petunjuk untuk manusia. Ironisnya sekarang banyak orang yang menghadapi persoalan hidup tidak dengan cara kembali kepada Alquran. Padahal Alquran mengandung petunjuk untuk menyelesaikan segala persoalan.
"(Orang menyelesaikan persoalan hidup-red) ada yang musyrik, ada yang pergi ke dukun, ada yang merampok, ada yang menjual diri, jadi penjilat," terangnya.
Ia menegaskan, jadi banyak sekali kerusakan-kerusakan akibat tidak kembali kepada Alquran saat menghadapi persoalan hidup. Maka umat Islam sekarang bisa memetik hikmah dari peristiwa nuzulul quran dengan cara kembali kepada Alquran untuk mengamalkan nilai-nilai Alquran.
Ia juga menjelaskan tentang keutamaan melakukan itikaf di masjid saat Ramadhan. Orang yang melakukan itikaf selama satu malam, maka mendapat ganjaran dijauhkan dari neraka sebanyak tiga parit. Satu parit jaraknya 500 tahun perjalanan dari neraka. Satu malam itikaf artinya dijauhkan sejauh 1.500 tahun perjalanan dari neraka.
"(Saat itikaf) kita merasakan kebesaran Allah, kita meninggalkan anak dan istri di rumah untuk mendekatkan diri kepada Allah, lebih mencintai Allah daripada segenap isi dunia ini," ujarnya.
Ustaz Zulkarnain menyampaikan, pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah itikaf di masjid. Beliau tidak pulang ke rumah saat melakukan itikaf. Rasulullah makan, minum dan tidur di masjid. Jadi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan setiap waktu penuh dengan aktivitas ibadah.
Diriwayatkan Rasulullah juga mengencangkan ikat pinggang saat itikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Mengencangkan ikat pinggang artinya Rasulullah tidak mencampuri istri-istrinya. Rasulullah meningkatkan ibadahnya.
"Sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) betul-betul fokus ibadah kepada Allah SWT di masjid, jadi (ibadahnya) tidak dilalaikan sedikitpun oleh hal-hal yang lain," ujarnya.
Pesan Madinah
Di semarang, peringatan Nuzulul Quran digelar Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, di masjid kampus Kaligawe, Senin (4/6).
Menurut Prof Dr Ahmad Rofiq MA --yang menjadi pembicara dalam kesempatan ini-- mengatakan, umat Islam harus mampu mengambil pelajaran penting dari bagaimana Nabi Muhammad SAW membangun peradaban yang berkulitas di Madinah.
Ia mengatakan, ketika Nabi dan para sahabatnya hijrah ke Madinah ada berbagai langkah strategis yang dilakukan Rasullullah, antara lain membangun masjid Kuba dan masjid Nabawi.
Dan yang tak kalah penting --tentu-- bagaimana Nabi Muhammad merangkul semua kelompok untuk bersama- sama membangun Madinah yang dituangkan dalam Piagam Madinah.
Sejumlah jamaah berjalan di area masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi. Jumlah jamaah di dua kota suci (Haramain) pada bulan ramadhan meningkat .
"Piagam Madinah yang berisi 49 poin adalah kesepakatan semua kelompok yang ada di Madinah untuk hidup rukun berdampingan, saling tolong menolong dan menjaga kemanan dan ketertiban bersama tanpa membeda bedakan agama, kelompok dan golongan," jelasnya.
Disetujui dan dijalankannya Piagam Madinah, kata Rofiq, juga menjadi langkah politik penting Nabi Muhammad dalam memimpin negara dengan merangkul semua golongan.
Hal ini dilakukan agar memiliki tanggung jawab secara bersama- sama dalam membangun dan mewujudkan negara yang berkeadaban tinggi.
Nabi Muhammad telah mempraktikkan dua hal penting ketika membangun Madinah. Bukan hanya sebagai Nabi namun juga pemimpin negara yang sukses dan dihormati.
"Ini adalah pelajaran penting, agar umat Islam memiliki pandangan, pemahaman dan praktik politik yang benar dalam membangun sebuah negara," tandas Guru besar UIN Wali Songo tersebut.