Mengencangkan Ikat Pinggang demi Raih Lailatul Qadar

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah

Selasa 05 Jun 2018 04:05 WIB

Ilustrasi Malam Lailatul Qadar Foto: Foto : MgRol_93 Ilustrasi Malam Lailatul Qadar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak terasa, umat Islam yang menjalankan ibadah puasa akan memasuki 10 hari terakhir Ramadhan mulai Selasa (5/6). Pada waktu ini, keberkahan dan kebaikan disebar dengan amat berlimpah, serta akan diturunkan lailatul qadar.

Karena itu, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, di 10 hari terakhir Ramadhan ini Rasulullah mengencangkan ikat pinggangnya untuk meningkatkan ibadah dan amal saleh. "Dari Aisyah RA, ia berkata, Rasulullah SAW ketika masuk 10 hari terakhir bulan Ramadhan, mengencangkan kain bawahnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya (muttafaq 'alaih)."

Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Prof Jimly Asshidiqqie menjelaskan, selama Ramadhan sejatinya memang harus mengencangkan ikat pinggang dalam arti mengendalikan diri dari lapar dan dahaga. Namun, menurut dia, pada saat 10 hari terakhir Ramadhan harus lebih dikencangkan ikat pinggang itu sehingga bisa memperoleh lailatul qadar.

"Maka 10 hari terakhir harus makin dikencangkan ikat pinggangnya. Kendali dirinya harus semakin dibikin paripurna sehingga kita betul-betul ketemu (lailatul qadar)," ujar Prof Jimly saat dihubungi Republika.co.id, Senin (4/6).

Baca juga: Tanda-Tanda Memperoleh Lailatul Qadar

Dia menuturkan, mengencangkan ikat pinggang itu merupakan bahasa simbolik seperti yang dikatakan Imam Ghazali bahwa kualitas diri itu terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama, tingkatan fisik jasmaniyah, seperti mengendalikan diri dari lapar dan dahaga, serta tidak melakukan hubungan seksual bagi suami istri yang menjalankan ibadah puasa.

"Jadi itu tingkatan pertama dari kendali diri, dari mengencangkan ikat pinggang," ucapnya.

Tingkatan kedua, yaitu mengencangkan ikat pinggang dengan mengendalikan pancaindra seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, dan semua yang berhubungan dengan panca indera lainnya. Pada tingkatan ini, kata dia, kita hanya tertuju kepada Allah.

Sedangkan pengencangan ikat pinggang yang ketiga, yaitu diharuskan mengontrol hati dan pikiran dari hal-hal yang dilarang Allah. "Jadi makin tinggi tingkat pengendalian diri itu makin tinggi tingkat spiritualitas puasa kita sehingga pemaknaan ikat pinggang itu jangan hanya dipahami dalam arti fisik seperti tingkatan pertama," katanya.

photo

Dia menambahkan, hadis fi'li ataupun qauli telah menerangkan 10 hari terakhir Ramadhan itu masa yang sangat penting disamping 10 hari pertama dan kedua di bulan Ramadhan. Menurut dia, pada waktu ini terbukanya pintu-pintu rahmat dan pintu surga serta tertutupnya pintu neraka di bulan suci Ramadhan.

"Maka sangat disayangkan kalau kita tidak berhasil menggapai lailatul qadar," katanya.

Kendati demikian, menurut dia, tidak ada yang mengetahui dengan pasti kapan waktu turunnya lailatul qadar. Karena itu, kata dia, umat Islam hanya bisa berikhtiar dengan terus mendekatkan diri kepada Allah untuk meraih malam yang lebih baik dari seribu bulan itu.

"Walaupun ada juga yang mengatakan kalaupun Jumat mulai, maka kemungkinan besar tanggal 25 Ramadhan lailatul ladar turun. Tapi kan itu di luar pengetahuan manusia secara pasti. Jadi kita hanya bisa berikhtiar saja. Hari keberapanya itu biarlah urusan dari Allah, dan bentuk lailatul qadar bagaimana yang kita temui biarlah menjadi spiritual masing-masing orang," kata Prof Jimly.

Baca juga: Kisah Nabi Kenapa Datangnya Lailatul Qadar Dirahasiakan

Terpopuler