Memahami Makna I'tikaf

Rep: Novita Intan/ Red: Agung Sasongko

Jumat 01 Jun 2018 18:53 WIB

Jamaah beriktikaf dan berdzikir di Masjid Ar Riyadh Semanggi Solo jelang Haul Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi yang berlangsung Senin (8/1).  Foto: Republika/Andrian Saputra Jamaah beriktikaf dan berdzikir di Masjid Ar Riyadh Semanggi Solo jelang Haul Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi yang berlangsung Senin (8/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki pertengahan Ramadhan, Rasulullah SAW gemar melaksanakan ibadah I'tikaf pada 10 hari terakhir. Momen ini dilakukan semata-mata mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Cendikiawan Muslim Didin Hafidudin mengungkap, keutamaan I'tikaf saat Ramadhan dapat mengkonsentrasikan pikiran pada hal-hal yang bersifat ukhrawi (akhirat).

"I'tikaf artinya diam di masjid dengan niat ibadah karena Allah SWT juga berdoa, berzikir, membaca Alquran, dan lainnya," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jakarta, Jumat (1/6).

Selanjutnya, keutamaan I'tikaf dapat memperbaharui iman dan semangat untuk beribadah. Hal ini sejalan dengan sunah Rasulullah SAW. "Rasulullah SAW sangat mencintai orang yang suka I'tikaf di masjid pada bulan Ramadhan," ucapnya.

Dalam teladannya, lanjut Kiai Didin, Rasulullah SAW kerap mengajak keluarga. Ini artinya, pahala I'tikaf sangat luar biasa dan manfaatnya sangat besar.

Untuk itu, ia meminta umat khususnya yang sibuk bekerja bisa memanfaatkan waktu I'tikaf di bulan suci. Hal ini bisa direncanakan dan diatur sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.

"I'tikaf di masjid asal direncanakan jauh-jauh hari atau I'tikaf nya sesuai dengan waktu yang lowongnya," ucapnya.

"Itikaf on off. Misalnya malam sekarang I'tikaf malam besok tidak. Lalu malam sekarang itikaf malam besok tidak atau I' tikaf nya setiap malam tetapi hanya dua jam misalnya," ungkapnya.

Ia juga mengajurkan dalam melakukan I'tikaf bisa diisi dengan kegiatan-kegiatan ibadah seperti shalat, dzikir, membaca Alquran atau mendengar tausiyah, dan mendiskusikan ilmu.

photo
Infografis Nuzulul Alquran

"Kontekstualnya dengan kehidupan pribadi keluarga dan masyarakat bangsa diharapkan orang yang I'tikaf semakin memiliki kesalehann individual dan sosial. Hidupnya semakin bermakna dan semakin bermanfaat," ucapnya.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud menilai bulan Ramadhan merupakan tempat dan waktu istimewa untuk melakukan ibadah I'tikaf.

"Rasulullah pernah menyampaikan pada akhir bulan Ramadhan itu waktu yang istimewa untuk I'tikaf di bulan istimewa dan tempat istimewa masjid," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jakarta, Jumat (1/6).

photo
Iktikaf

Menurutnya, umat Muslim diperintahkan melakukan I'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. Kegiatan ini baik untuk menjernihkan hati, menyibukkan diri secara utuh untuk ketaatan, meniru perilaku malaikat, dan sebagai upaya mendapatkan Lailatul Qadar.

"Jadi bulan Ramadhan 10 hari terakhir Rasulullah melakukan Itikaf merupakan tempat dan waktu yang istimewa," ucapnya.

Di sisi lain, ia juga memaparkan terdapat beragam riwayat menyebutkan kisah Nabi Muhammad SAW mencontohkan Itikaf saat bulan suci Ramadhan. Imam Nawawi dalam kitabnya, Riyadlush Shalihin, mengungkapkan, Rasulullah SAW gemar melaksanakan ibadah i'tikaf pada 10 hari terakhir di bulan suci Ramadhan.

Ini berdasarkan hadis dari Ibnu Umar yang berkata, ''Rasulullah SAW selalu beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.'' Hadis Muttafaqun alaihi.

photo
itikaf

Secara bahasa, menurut Imam Nawawi, I'tikaf berarti menahan, sedangkan secara istilah syariat berarti tinggal di masjid untuk beribadah dalam jangka waktu tertentu.

Setelah Rasulullah SAW wafat, istri-istrinya meneruskan kebiasaan I'tikaf. Sedangkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, disebutkan bahwa Rasulullah SAW setiap bulan Ramadhan, Nabi Muhammad SAW melakukan I'tikaf sepuluh hari.

Pada tahun beliau wafat, beliau melakukan I'tikaf 20 hari (Hadis riwayat Bukhari).

Terpopuler