Etika Saat Melakukan Perjalanan Jauh

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Agung Sasongko

Kamis 31 May 2018 17:45 WIB

Mudik Foto: Republika/Wihdan Hidayat Mudik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak sedikit umat Islam yang memanfaatkan Ramadhan sebagai bulan untuk bersilaturahim, baik kepada keluarga dekat maupun jauh. Momen mudik juga sudah menjadi hal yang rutin terjadi pada bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri. Silaturahim kerap menjadi amalan yang bernilai pahala tinggi dan sangat dianjurkan.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menyambung hubungan silaturahim."

Ustaz Jazuli Ruhan Basyir Lc dalam ceramahnya menjelaskan keutamaan bersilaturahim, terutama ketika harus melakukan perjalanan jauh. Ustaz Jazuli mengatakan, bersafar atau melakukan perjalanan jauh sejatinya memiliki makna menyingkat atau memperlihatkan.

"Umar bin Khattab RA berkata, jika ingin mengetahui karakter asli seseorang, ajaklah dia melakukan perjalanan jauh (safar) selama tiga hari, niscaya karakter aslinya akan tampak sejujur-jujurnya," kata Ustaz Jazuli kepada para jamaah di Masjid Nurul Islam, Islamic Center Bekasi, Selasa (29/5).

Ketika melakukan perjalanan, dianjurkan untuk memilih waktu yang tepat dan kendaraan yang nyaman. Rasulullah SAW biasa melakukan perjalanan pada pagi hari, terutama pada hari Kamis. Jika berhalangan melakukan perjalanan pagi, terpaksa melakukan pada malam hari. Namun, dianjurkan untuk tidak berhenti di banyak tempat kecuali jika ada hajat atau darurat.

Kaab bin Malik berkata, "Rasulullah SAW apabila bepergian senantiasa melakukannya pada hari Kamis." (HR Bukhari). Rasulullah bersabda, "Hendaklah kalian bepergian pada waktu malam karena seolah-olah bumi itu terlipat pada waktu malam." (HR Abu Dawud). "Etika lain yang perlu dilakukan ketika hendak bersafar adalah berpamitan dan meminta maaf kepada keluarga dan tetangga terdekat. Hal ini merupakan kebiasaan Rasulullah sebelum melakukan perjalanan yang jauh," tutur dia.

Selanjutnya adalah hanya menyertakan uang dan harta yang halal untuk bekal perjalanan. Sebelum melakukan safar, musafir hendaknya melunasi utang piutang atau hajat yang belum ditunaikan. Kalaupun tidak mampu, dianjurkan menulis surat wasiat agar hajat tersebut dapat dilunasi oleh keluarga yang ditinggalkan.

Orang yang tengah melakukan safar juga dianjurkan untuk senantiasa berdoa karena dijelaskan bahwa terdapat tiga golongan yang setiap doanya pasti akan dikabulkan (mustajab), yaitu doanya orang yang dizalimi, doanya orang yang bersafar (musafir), dan doa orang tua terhadap anaknya." (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Rasulullah, kata Ustaz Jazuli, memiliki kebiasaan beristighfar dan berdoa kepada Allah SWT saat melakukan perjalanan jauh. Dari hadis riwayat Muslim, Rasulullah SAW apabila melakukan perjalanan jauh, beliau senantiasa berlindung kepada Allah dari kelelahan perjalanan, perubahan yang menyedihkan, kekurangan setelah kelebihan, doa orang-orang yang teraniaya, serta pemandangan yang buruk dalam keluarga dan hartanya. (HR Muslim)

"Ketika bersafar, hindarilah bepergian jauh seorang diri, baik pria maupun wanita, dan disunahkan beranggotakan tiga orang atau lebih dan menunjuk salah satu di antaranya untuk menjadi ketua perjalanan," kata Ustaz Jazuli. Rasulullah SAW bersabda, "Apabila tiga orang keluar untuk safar, hendaklah mereka mengangkat seorang amir dari mereka." (HR Abu Daud).

Jika memiliki rombongan Safar, dianjurkan pula untuk kompak dalam kebaikan, baik saat beribadah maupun makan dan beristirahat. Hal lain yang dianjurkan dilakukan, kata Ustaz Jazuli, adalah membawa buah tangan setelah melakukan perjalanan karena kebiasaan ini juga merupakan hal yang disunahkan oleh Rasulullah SAW.

Terpopuler