Tradisi Bubur Koja di Masjid Jami Pekojan

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Agung Sasongko

Rabu 30 May 2018 20:42 WIB

Tradisi Ramadhan di masjid Jami' Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kami (17/5). Selama bulan suci Ramadhan pengurus masjid ini menyiapkan tak kurang 250 mangkuk 'Bubur Koja' sebagai takjil berbuka puasa yang bisa dinikmati cuma cuma. Foto: Republika/Bowo Pribadi Tradisi Ramadhan di masjid Jami' Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kami (17/5). Selama bulan suci Ramadhan pengurus masjid ini menyiapkan tak kurang 250 mangkuk 'Bubur Koja' sebagai takjil berbuka puasa yang bisa dinikmati cuma cuma.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Bulan suci Ramadhan kembali hadir. Di bulan penuh berkah ini, ada hal yang senantiasa dinanti warga yang tinggal di sekitar Masjid Jami Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Semarang, Jawa Tengah. Yakni, berbuka puasa di masjid itu dengan bubur koja atau bubur india.

Sudah menjadi tradisi, masjid yang berlokasi di Jalan Petolongan Nomor 1 ini, selalu menyajikan tak kurang 250 mangkuk bubur koja untuk berbuka puasa para jamaahnya selama Ramadhan. Siapa pun, baik warga sekitar masjid maupun musafir, boleh menikmati takjil ini secara gratis.

Tradisi bubur koja di Masjid Jami Pekojan tak dapat dilepaskan dari sejarah Kota Semarang yang kuat dengan nilai-nilai akulturasi. Apalagi, Semarang tempo dahulu merupakan kawasan perdagangan yang menjadi tujuan aktivitas bisnis berbagai bangsa.

photo
Tradisi Ramadhan di masjid Jami' Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kami (17/5). Selama bulan suci Ramadhan pengurus masjid ini menyiapkan tak kurang 250 mangkuk 'Bubur Koja' sebagai takjil berbuka puasa yang bisa dinikmati cuma cuma.

Salah seorang pengurus Masjid Jami Pekojan, Mohammad Annas Salim Harun, menerangkan, tradisi bubur koja ini sudah berlangsung lebih dari 2,5 abad di lingkungan Pekojan, Semarang. Kawasan Pekojan yang berdampingan dengan kawasan Pecinan merupakan tempat bermukimnya masyarakat keturunan Tamil asal Kathiawar dan Gujarat, India.

Umumnya, mereka datang ke Semarang sebagai pedagang sekaligus turut mensyiarkan Islam.Pekojan berasal dari kata `koja', sebuah sebutan yang melekat untuk etnis ini.

Dulu, khususnya saat Ramadhan, warga Koja yang akan menunaikan shalat Maghrib di Masjid Jami biasa nya membawa bekal makanan untuk di san tap saat berbuka puasa.Seiring berkembangnya kawasan ini, jamaah sha lat Maghrib makin bertambah.Me reka pun berinisiatif mengumpul kan bekal menjadi satu lalu disantap ber sama-sama saat berbuka di masjid ini.

photo
Tradisi Ramadhan di masjid Jami' Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kami (17/5). Selama bulan suci Ramadhan pengurus masjid ini menyiapkan tak kurang 250 mangkuk 'Bubur Koja' sebagai takjil berbuka puasa yang bisa dinikmati cuma cuma.

Seiring berjalannya waktu, para pedagang itu pun berinisiatif untuk menyumbangkan sebagian rezekinya untuk dibelikan bahan pangan yang kemudian diolah menjadi bubur sebagai takjil buka puasa di Masjid Jami.Dengan cara itu, mereka berharap takjil ini bisa dinikmati oleh lebih banyak orang.

"Jadi, bubur ini selanjutnya senga ja disiapkan untuk berbuka puasa bagi para jamaah masjid, musafir hingga kaum dhuafa yang tinggal di sekitar lingkungan Pekojan," kata Annas.

photo
Tradisi Ramadhan di masjid Jami' Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kami (17/5). Selama bulan suci Ramadhan pengurus masjid ini menyiapkan tak kurang 250 mangkuk 'Bubur Koja' sebagai takjil berbuka puasa yang bisa dinikmati cuma cuma.

Mengapa para pedagang asal India itu memilih bubur sebagai menu takjil di Masjid Jami? Menurut Annas, bubur yang terbuat dari beras itu bertekstur lembut, sehingga baik bagi lambung orang telah yang berpuasa seharian.

"Karena yang membuat bubur ini warga etnis Koja, maka masyarakat Semarang saat itu menyebutnya bubur koja atau ada juga yang menyebut dengan bubur india,'' kata Annas.

photo
Pengurus Masjid Jami Pekojan menyiapkan bubur India sebagai tradisi sajian berbuka puasa di Kampung Pekojan, Purwodinatan, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (7/6). Penyajian bubur untuk warga setempat dan kaum dhuafa tersebut telah menjadi tradisi selama lebih dari seratus tahun dan pertama kali dilakukan oleh pedagang asal India yang menetap di kampung itu

Bagi warga Semarang, bubur sebenarnya bukan makanan yang asing. Namun, bubur koja ini punya cita rasa berbeda karena diolah menggunakan rempah-rempah khas India.

Hal ini diamini Ali, pria paruh baya yang telah puluhan tahun mengolah dan menyiapkan takjil ini.Bubur ini, menurut dia, memiliki cita rasa gurih yang sangat khas. Dalam penyajiannya, bubur ini dihidangkan dengan pelengkap yang bervariasi seperti gulai kambing, sayur lodeh, sambal goreng, terik tahu atau daging ungkep.Semangkuk bubur itu pun masih didampingi dengan segelas susu cokelat, buah, dan kurma.

photo
Tradisi Ramadhan di masjid Jami' Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kami (17/5). Selama bulan suci Ramadhan pengurus masjid ini menyiapkan tak kurang 250 mangkuk 'Bubur Koja' sebagai takjil berbuka puasa yang bisa dinikmati cuma cuma.

"Bahan dan semua kelengkapan takjil ini berasal dari sumbangan para donatur Masjid Jami Pekojan," ujar Ali.

Terpopuler