REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada sebuah kesempatan, Rasulullah menegaskan tidak masuk surga orang yang ada di dalam hatinya terdapat kesombongan seberat biji sawi pun. Tak berselang lama, seorang laki-laki berucap, "Sesungguhnya orang ingin agar pakaiannya baik dan sandalnya juga baik." Rasul pun memberikan penjelasan bahwa Allah itu indah dan mencintai keindahan.
Lebih lanjut, Rasul menguraikan, kesombongan itu bermakna mengingkari kebenaran dan meremehkan manusia. Sayyid Sabiq mengatakan, apa yang dijelaskan Rasulullah itu menyangkut pakaian. Menurut dia, pakaian yang melekat pada diri seorang Muslim termasuk nikmat Allah SWT yang diberikan kepada hamba-Nya. Dia menurunkan pakaian untuk menutup auratnya dan pakaian indah sebagai perhiasaan.
Meski Allah pun mengingatkan, pakaian takwa merupakan hal yang terbaik. Di sisi lain, seorang Muslim diminta mengenakan pakaian yang indah setiap kali memasuki masjid. Ihwal pakaian ini, Sabiq menjelaskan bahwa pakaian yang diwajibkan ialah pakaian yang menutupi aurat, melindungi dari hawa panas dan dingin, serta menjauhkan seseorang dari bahaya.
Sabiq menguraikan fungsi pakaian sebagai penutup aurat ini merujuk pada kisah ayah Hakim bin Hizam yang mengutarakan pertanyaan mengenai apa yang mesti tertutup dan boleh terlihat kepada Rasulullah. Beliau menjawab, "Peliharalah auratmu kecuali dari istrimu dan hamba sahayamu." Jika sedang berkumpul, aurat itu harus dijaga agar tak terlihat.
Infografis cara mengajak anak mencintai Ramadhan.
Selain pakaian wajib, ada pula yang statusnya sunah. Ini adalah pakaian yang mengandung keindahan dan hiasan. Ini dianjurkan oleh Rasulullah. Dalam sebuah hadis dari Abu Darda yang diriwayatkan Abu Dawud, Muhammad mengingatkan seorang Muslim untuk membersihkan dan memperindah kendaraan dan pakaian saat hendak bertemu saudara seagamanya.
"Sehingga, kamu tampak bagai tahi lalat di tengah banyak orang. Artinya, indah dan menonjol. Itu karena Allah tidak menyukai pakaian kumal dan sengaja berpakaian kumal," ujar Muhammad. Bukan hanya dalam pertemuan umum, pakaian sunah tersebut dianjurkan dimiliki untuk dipakai saat shalat Jumat dan hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha.
Jenis pakaian lainnya masuk dalam kategori haram, yaitu pakaian dari sutra dan emas bagi laki-laki dan laki-laki yang memakai pakaian khusus buat perempuan juga perempuan yang berpakaian khusus untuk laki-laki. Di samping itu, memakai pakaian kemegahan dan kesombongan serta pakaian yang mengandung unsur berlebihan.
Laki-laki tak boleh berpakaian sutra. Siapa yang memakai sutra di dunia tak akan mengenakannya di akhirat. Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah menyatakan, mayoritas ulama berpandangan bahwa memakai sutra dan duduk beralaskan sutra haram hukumnya. Tak ada pertentangan di antara mereka dalam masalah ini. Bagi perempuan, pakaian sutra tak menjadi masalah.
Diizinkan laki-laki berpakaian sutra kalau ada uzur. Anas menceritakan, Muhammad memberikan keringanan kepada Abdurahman bin Auf dan Zubair menggunakan pakaian sutra karena penyakit gatal yang diderita kedua sahabat itu. Mazhab Syafii memandang ada beberapa ketentuan pada sutra yang bercampur bahan lain.
Apabila sebagian besarnya adalah bahan sutra, pakaian itu diharamkan. Namun saat unsur sutranya hanya setengah atau kurang dari itu, pakaian tersebut tak diharamkan. Mazhab ini pun mengizinkan anak laki-laki menggunakan pakaian sutra. Namun, sebagian besar ahli fikih berpandangan sebaliknya. Mereka berpedoman pada hukum larangan terhadap laki-laki.
Sementara itu, terdapat kelompok yang mempermasalahkan penggunaan pakaian yang menutup mata kaki dan menyatakan tak boleh. Ada sebuah hadis riwayat Abu Daud dari Abu Said al-Khudriy menjelaskan siapa yang menurunkan sarung di bawah mata kaki karena sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya.
Menurut Ustaz Aam Amiruddin, hadis ini tidak melarang seseorang memakai kain yang menutupi mata kaki, tetapi melarang orang berpakaian dengan sombong. Pakaian, ujar dia, sering membawa pemiliknya pada kesombongan. Banyak dari mereka yang menandaskan uang untuk membeli pakaian bermerek demi status sosial.
Namun, bukan berarti Muslim tak boleh menggunakan pakaian bermerek dan mahal jika niatnya bukan untuk kesombongan. "Kalau kita berpakaian tidak menutupi mata kaki namun melakukannya disertai kesombongan, itulah yang dilarang," kata Aam dalam bukunya, Bedah Masalah Kontemporer. Jadi, seseorang boleh memakai pakaian yang menutup mata kaki asalkan tidak sombong.