REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Matahari telah berada di ujung langit, dan warnanya semakin memerah. Tanda waktu untuk berbuka puasa sebentar lagi. Jalan-jalan utama di Kabupaten Purwakarta pada sore itu belum begitu ramai.
Namun di pinggir salah satu jalan di pusat kabupaten Purwakarta, jalan RE Martadinata, terdapat satu warung yang telah ramai dan padat orang-orang. Mereka menunggu pesanan suguhan sate khas Purwakarta sebagai hidangan berbuka puasa, yakni sate maranggi.
Kibasan kipas bambu menyapu asap yang dihasilkan dari pembakaran sate-sate daging sapi yang diberi bumbu maranggi. Tusuk-tusuk sate itu dijejerkan di panggangan sate sepanjang sekitar satu meter. Arang-arang dalam panggangan terlihat merah siap membakar daging sate.
Lebih dari 50 tusuk sate dibakar saat itu. Asap mengepul sampai memenuhi warung yang memiliki luas sekitar 16 meter persegi itu.
Para pegawai warung sate membakar sate maranggi di daerah Cibungur, Kabupaten Purwakarta, belum lama ini. Sate maranggi saat ini sedang dipersiapkan go internasional. (Republika/Edi Yusuf)
Kibasan demi kibasan mematangkan sate itu. Sate pun disajikan dalam sebuah piring, dan diiringi hidangan sop iga yang uap kuahnya juga telah tercium dan cukup menggoda iman. Tak lupa, sambal ulek korek yang terdiri atas cabai merah dan hijau pun disajikan untuk penambah selera makan.
Penikmat sate maranggi di warung ini tak perlu repot-repot meminta porsi nasi. Sebab di setiap meja-meja di warung itu, telah tersedia nasi yang dibungkus daun pisang. Porsinya pas untuk dimakan sebagai teman makanan utama.
Para pengunjung mulai berdatangan, seiring matahari terlelap. Saat waktu maghrib tiba, para pengunjung membatalkan puasa dengan teh tawar hangat yang telah disediakan. Sebagai pelengkap dan penghantar makanan intinya, berbagai kerupuk pun turut disajikan di setiap meja.
Sate maranggi terdiri atas tiga potong daging sapi di setiap tusuknya. Salah satunya, terdiri atas daging has luar sapi bertekstur kenyal yang sangat lezat ketika digigit.
Sementara, khas bumbu maranggi membalut daging-daging sapi di setiap tusukannya. Rasa campuran bawang merah dan bawang putih, serta bumbu-bumbu lainnya seperti jahe, laos, dan ketumbar yang telebih dahulu dimasak bersama daging sebelum dibakar, terasa meresap di setiap dagingnya.
Sate maranggi akan lebih nikmat dan seru ketika dimakan bersamaan dengan nasi dan sambal korek yang telah disajikan. Rasa gurih dan juga pedas akan terasa dalam mulut sehingga menggugah selera makan.
Sate maranggi asal Purwakarta. Sate maranggi saat ini sedang dipersiapkan go internasional. (Republika/Edi Yusuf)
Kecapan demi kecapan terdengar dari masing-masing pengunjung yang menikmati sate yang juga gurih ini. Ditambah, gurihnya sop iga sapi juga turut membuat meningkatnya nafsu makan pengunjung yang terus ingin menambah porsi.
Sop iga memiliki rasa gurih karena campuran bumbu bawang putih serta kaldu sapi yang diberi pala dan merica. Taburan seledri juga menghiasi mangkuk sedang sop iga, sehingga membuat tampilan sop iga menjadi lebih menarik untuk dimakan.
Kelezatan perpaduan hidangan sate maranggi dan sop iga ini bisa ditutup dengan segarnya es jeruk atau teh panas manis. Para pengunjung pun puas, sebab kenikmatan hidangan ini bisa dijangkau dengan harga yang relatif murah.
Satu tusuk sate maranggi dihargai Rp 2.000. Satu porsi terdiri atas 10 tusuk sate maranggi. Satu porsi sate maranggi dihargai Rp 20 ribu. Untuk kelezatan sop iga, para pengunjung juga harus membayar Rp 20 ribu per porsi.
Sate maranggi merupakan salah satu santapan khas Sunda, terutama kabupaten Purwakarta. Tak heran ada banyak warung sate maranggi berdiri di Kabupaten itu. Bagi Anda yang berdomisili di luar Jawa Barat, Anda wajib mencoba hidangan ini, terlebih untuk berbuka puasa. Selamat mencoba!