Politikus Denmark Sebut Muslim tak Perlu Kerja Selama Puasa

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Bilal Ramadhan

Selasa 22 May 2018 11:03 WIB

Politisi Denmark, Inger Stjberg Foto: The Guardian Politisi Denmark, Inger Stjberg

REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN -- Seorang menteri pemerintah Denmark Inger Stjberg mendesak umat Islam di negara tersebut tak perlu bekerja selama Ramadhan. Ia beralasan, periode puasa pada siang hari berpotensi menimbulkan bahaya keamanan pada beberapa profesi dan konsumennya.

Menteri Imigrasi, Integrasi, dan Perumahan, Inger Stjberg adalah seorang menteri di pemerintah kanan-tengah Denmark. Ia mengungkapkan ide itu saat menjawab pertanyaan bagaimana memerintahkan ketaatan Muslim pada pilar Islam yang berusia 1.400 tahun itu, sehingga kompatibel dengan pasar tenaga kerja modern.

Dilansir dari The Guardian pada Senin (21/5), dalam jawaban di blog pribadinya yang diterbitkan oleh tabloid Denmark BT, Stjberg mengutip pernyataan sopir bus sebagai contoh pekerja yang kinerjanya dipengaruhi makanan dan minuman pada siang hari. Sehingga, dia mendesak semua Muslim di negara itu, mengambil cuti dari pekerjaan selama Ramadhan.

"Untuk menghindari konsekuensi negatif bagi masyarakat Denmark lainnya," kata Stjberg.

Ketua Uni Muslim Finlandia, Pia Jardi menganggap ide menteri Stjberg sangat absurd. "Tidak ada informasi atau statistik untuk menunjukkan bahwa sopir bus atau pekerja Muslim lainnya, entah bagaimana, akan berperilaku berbahaya saat berpuasa," ujar Jardi.

Ia mengatakan di sebagian besar negara Muslim, masyarakatnya tetap mengoperasikan toko dan bisnis seperti biasa. Ia menegaskan setiap Muslim sudah memiliki komitmen untuk berpuasa. Sehingga, mereka lebih mengetahui seberapa banyak kebutuhan istirahat yang diperlukan tubuhnya.

Jutaan umat Islam di seluruh dunia mulai menjalankan ibadah puasa Ramadan pada pekan lalu. Sekitar 250 ribu dari 5,7 juta total populasi Denmark adalah Muslim.

Stjberg adalah anggota dari partai Liberal konservatif yang sendirian membentuk pemerintahan minoritas Denmark saat ini. Dalam beberapa tahun terakhir, ia menjadi juru bicara pengetatan suaka dan imigrasi pemerintah.

Denmark mengadopsi undang-undang pada 2016 yang mengharuskan pencari suaka yang baru tiba, menyerahkan barang-barang berharga seperti perhiasan dan emas untuk membantu membayar biaya tinggal mereka di negara tersebut.

Terpopuler