REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan memiliki macam-macam keutamaan dari pelbagai perspektif. Salah satunya, bulan ini dijadikan momentum untuk meningkatkan solidaritas sosial di antara sesama kaum Muslimin melalui ibadah zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Hal ini disampaikan bendahara umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nadratuzzaman Hosen. Menurutnya, amal ibadah seyogianya lebih disemarakkan daripada bulan-bulan biasa, terutama amalan yang bersifat sosial. “Ibadah Ramadhan harus dijadikan ibadah sosial dengan meningkatkan pemberian infaq, zakat dan waqaf, serta memberikan ilmu yang maslahat kepada umat. Ibadah sosial ini jauh lebih dinilai oleh Allah di Bulan Ramadhan dibandingkan ibadah sunah yang dilakukan sepanjang Ramadhan,” kata Nadratuzzaman Hosen melalui pesan singkat, Senin (21/5).
Pakar ekonomi syariah itu menjelaskan, ada pesan Nabi Muhammad SAW tentang bagaimana pahala ibadah dilipatgandakan selama bulan suci Ramadhan. Amalan wajib menjadi 70 kali lipat pahalanya dibandingkan bulan-bulan di luar Ramadhan. Adapun ibadah sunah disamakan dengan amalan wajib.
Islam menganjurkan agar memelihara kepedulian terhadap sesama manusia. Karena itu, semarak ibadah sepanjang bulan Ramadhan dapat menyentuh pada aspek-aspek sosial. Kelompok masyarakat yang hidup berkecukupan atau lebih, membantu mereka yang membutuhkan, khususnya kalangan fakir dan miskin.
Momentum Lailatul Qadr, yang ada di dalam bulan Ramadhan, juga dapat diisi dengan melakukan ibadah-ibadah sosial, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Dengan demikian, Nadratuzzaman Hosen mengatakan, seorang Muslim yang melakukannya dapat meraih keberkahan yang lebih luas lagi.
“Bagi orang kaya dan mampu, selayak ibadah sosial ini lebih diutamakan karena sedekah diganjar 700 kali. Di bulan Ramadhan, (amalan) ini lebih dari 700 kali lipat pahalanya. Misalnya, dengan memberi makan orang berbuka (puasa), maka pahalanya sama dengan orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala yang berbuka puasa,” ujarnya.