Tradisi Dentuman Meriam di Timur Tengah

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agung Sasongko

Jumat 18 May 2018 15:39 WIB

Tradisi Meriam Arab Foto: AP Photo Tradisi Meriam Arab

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Salah satu tradisi paling populer selama bulan Ramadhan di Timur Tengah adalah menembakkan meriam saat memasuki waktu Magrib. Tradisi ini menyebar di Mesir, Uni Emirat Arab, Bangladesh, Kuwait, dan Arab Saudi.

Menembakkan meriam sangat terkenal di wilayah pegunungan Makkah. Meriam ini punya tempat spesial di hati penduduk hingga ditangani langsung oleh kepolisian setiap bulan Ramadhan.

Momen ini jadi yang paling ditunggu-tunggu, apalagi oleh anak-anak. Juru bicara kepolisian Makkah, Abdul Mohsin Al-Maimani mengatakan publik selalu menunggu suara meriam di bulan suci.

"Ketika kepolisian Makkah menemukannya 75 tahun lalu, kami dipercayakan untuk perawatannya," kata dia. Setelah Idul Fitri, meriam spesial itu dikembalikan ke departemen khusus.

photo
Tradisi Meriam di Timur Tengah/Reuters

Beberapa hari sebelum Ramadhan, ia dibawa lagi ke pegunungan Makkah. Bubuk mesiunya ditangani oleh tim tertentu sehingga dijamin tidak ada yang akan terluka.

Menembakkan meriam telah menjadi tradisi berusia berdekade. Setiap dentumannya bisa membawa pada masa-masa lalu dalam nostalgia.

Kini, ada dua meriam di Madinah. Satu berada di Gunung Salaa. Selama masa Raja Faisal, meriam kedua ditempatkan di bukit luar Quba Castle.

Menurut Arab News, tahun ini Madinah tidak akan melaksanakan tradisi penembakkan meriam karena malfungsi operasional. Meriam itu butuh perawatan teknis. Tahun depan, Madinah akan melaksanakannya lagi.

Jika berbalik ke belakang, tradisi ini memiliki akar. Jejaknya muncul dari Mesir pada Abad 19. Menurut sejumlah literatur, penembakkan meriam sudah dilakukan bahkan sejak abad 15 di era Mamluk.

photo
Infografis Perintah Puasa di Bulan Suci Ramadhan.

Meriam ditembakkan untuk memberi tanda pada jamaah bahwa waktu berbuka telah tiba. Meriam juga ditembakkan pada waktu pagi untuk menandakan waktu shalat Subuh dan awal puasa.

Ada beberapa perbedaan versi cerita awal mula tradisi ini. Satu versi bercerita bahwa Sultan Mamluk di Kairo saat itu ingin mencoba meriam barunya. Tes pun dilakukan tak sengaja bertepatan dengan shalat Magrib.

Penduduk mengira bahwa Sultan menembakkan meriam sebagai tanda buka puasa. Penduduk sangat antusias saat itu sehingga Sultan memutuskan untuk melakukannya setiap hari.

Cerita versi lain menyebut bahwa menembakkan meriam dimulai pada awal abad 19 oleh pemimpin di Mesir, Muhammad Ali. Ia menembakkan meriam buatan Jerman saat waktu magrib.

Penduduk mengira itu tanda dari Ali untuk berbuka. Cerita ketiga menyebut tradisi dimulai pada pada Khedive Islam di abad 19. Ceritanya sama, tentara saat itu diminta mengetes meriam baru saat magrib.

Saat itu putri khedive, Fatimah mengeluarkan keterangan bahwa meriam ditembakkan pada Magrib dan acara-acara resmi. Salah satunya pada Idul Fitri. Untuk alasan ini, tradisi tersebut juga sering disebut meriam Fatimah.