Menjaga Kebersamaan Lewat Megibung

Red: Agung Sasongko

Ahad 13 May 2018 18:40 WIB

Umat Islam berdoa sebelum menggelar tradisi Megibung (ilustrasi) Foto: Antara/Nyoman Budhiana Umat Islam berdoa sebelum menggelar tradisi Megibung (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Muslim di berbagai daerah menghadapi bulan suci Ramadhan, Sabtu (17/5) ini. Berbagai cara dan tradisi di setiap daerah digelar menyambutnya dengan gembira. Salah satunya adalah dengan menanam kebersamaan lewat makan bersama.

Salah satu tradisi yang seperti itu dilakukan di Bali, contohnya, adalah Megibung. Kegiatannya diisi dengan makan bersama di dalam satu wadah yang dikenal di antara masyarakat Bali dan Lombok Barat. Tradisi ini bukan hanya populer di kalangan umat Hindu, melainkan juga Muslim.

photo
Muslim Bali

Megibung berasal dari kata 'Gibung' yang berarti kegiatan dilakukan banyak orang untuk saling berbagi. Mereka duduk bersama untuk makan. Namun, mereka tidak hanya berbagi dalam hal makanan dari satu wadah, tetapi juga sambil berdiskusi berbagai hal

Tradisi ini awalnya diperkenalkan Raja Karangasem I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem sekitar 1614 Saka atau 1692 Masehi. Pada saat itu, Kerajaan Karangasem memenangkan perang melawan Kerajaan Sasak di Lombok. Untuk merayakan kemenangan itulah, Raja menggelar acara makan bersama. Setelah itu, gelaran Megibung dilakukan setiap saat.

photo
Tradisi Megibung (ilustrasi)

Megibung kini bukan saja dilakukan untuk upacara adat, melainkan juga acara selamatan, menyambut tahun baru, Maulid Nabi Muhammad SAW, atau menyambut Ramadhan. Muslim di Denpasar, Bali, menyambut Ramadhan tahun ini juga menggelar acara megibung di rumah saudara atau kerabatnya masing-masing.

Penyajian makanan dalam Megibung biasanya menggunakan wadah besar dari tanah liat yang dilapisi daun pisang. Namun, belakangan ini, penyajian makanannya diganti dengan nampan bambu berbentuk bulat beralaskan daun pisang. Cara lainnya adalah menata makanan langsung di atas daun pisang yang ditebar memanjang di dalam rumah penyelenggara Megibung.

Salah satu penyajian Megibung ini dilakukan Widia (30 tahun), Muslim kelahiran Denpasar yang sudah tinggal di Bali sejak kecil. Dia menggelar acara megibung di rumahnya di kawasan Gatot Subroto Barat, Denpasar. "Makan bersama seperti ini selalu kami adakan menjelang puasa," katanya belum lama ini.

Menu lauk-pauk yang disajikan, antara lain ayam bakar, sate lilit khas Bali, ikan asin, nasi putih, sambal terasi, lengkap dengan sayur, tahu, dan tempenya. Nasi putih juga bisa diganti dengan nasi liwet yang tentunya semakin lezat di lidah.

Dalam acara yang penuh dengan nilai kebersamaan itu, semua orang duduk sama rata. Mereka tidak memandang kasta dan jenis kelamin. Komunitas Muslim di Karangasem, seperti Kecicang, Saren Jawa, dan Tohpati juga melestarikan megibung sampai hari ini. Teman atau kerabat yang berbeda agama juga boleh makan bersama dan ikut merasakan suasana menyambut puasa atau kegiatan bernapaskan Islam lainnya.

Terpopuler