REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jelang Maghrib di Jalan Merdeka, Pontianak, Kaliman tan Barat. Gendang telinga me nangkap suara pukulan palu yang menghantam sesuatu. Semakin memasuki Jalan Merdeka, suara itu semakin jelas terdengar karena muncul dari berbagai sudut jalan.
Rupanya, suara hantaman palu itu berasal dari gerobak- gerobak kecil yang menggantung sotong dalam etalase berpenutup kaca. Itulah para penjaja sotong pangkong, makanan khas Ramadhan di Kota Pontianak. Jalan Merdeka memang merupakan pusat penjualan makanan ini.
Penamaan makanan ini berasal dari bahasa Melayu yang terdiri dari dua kata. Sotong adalah sejenis ikan yang mirip dengan cumi-cumi, sedangkan pangkong merujuk pada kegiatan memukul menggunakan palu. Makanan ini meru pakan sajian sotong kering yang dibakar ke mudian dipukul-pukul menggunakan palu.
“Dipalu begini supaya jadi agak empuk, kalau nggak, nanti keras banget, “kata Dede Ramadhani, pedagang sotong pangkong yang mangkal dekat Apotek Mandiri.
Sotong yang awalnya berbentuk sempurna, setelah dipukul akan menjadi serat-serat besar yang memudahkan gigi untuk menguyah. Walau tetap sedikit alot, ternyata efek memukul membuat sotong lebih mudah dikunyah dan ditelan.
Untuk menambah cita rasa pada makanan ini, pedagang biasanya sudah menyiapkan dua jenis sambal yang bisa diambil secara cuma-cuma oleh pembeli. Ada sambal kacang dan sambal pedas yang bisa menjadi cocolan saat menikmati penganan ini.
Saat sotong pangkong dicelupkan dalam sambal kacang, akan muncul rasa gurih, asin, manis, asam yang sangat kental dan sedap. Sedangkan sotong pang kong dengan sambal pedas akan membuat para pecinta pedas ketagihan mencocol lagi dan lagi.
Selain dicocol, pembeli juga bisa memesan langsung agar sotong pangkong langsung dibaluri sambal ketika dibakar. Cara ini akan membuat sambal meresap lebih dalam ke sotong dan menghasilkan cita rasa yang lebih memikat lidah.
Sambal kacang untuk cocolan sotong pangkong terbuat dari kacang tanah yang dihaluskan kemudian diberi air, sedikit cabai, dan garam. Sedangkan sambal pedas merupakan paduan dari cabai, ebi, garam dan air.
Sejatinya, masih ada bumbu lain, namun Dede enggan menyebutkannya. `'Itu rahasia,'' katanya sembari tersenyum.
Sotong yang digunakan, menurut pengakuan Dede, sudah dibeli dalam keadaan kering.
Proses pengeringan sotong hampir mirip dengan proses pengeringan ikan asin. Hanya saja, sotong kering yang digunakan untuk makanan ini tidak berasa terlalu asin.
Hanya ada saat Ramadhan Dede merupakan salah satu dari puluhan pedagang sotong pang kong dadakan di Jalan Merdeka, Pontianak. Seperti halnya pedagang lainnya, ia pun hanya berjualan sotong pangkong di bulan Ramadhan.
`'Hanya Ramadhan saja makanan ini laris diburu pembeli, beda dengan hari-hari biasa, jarang orang makan sotong pangkong,'' katanya.
Di luar Ramadhan, kata dia, hanya satu atau dua pedagang yang menjajakan sotong pangkong di Jalan Merdeka. Karena itu, tak berlebihan jika sotong pangkong dikatakan sebagai kuliner khas Ramadhan di Pontianak.
Saat malam Minggu, pembeli bakal semakin ramai, bahkan nggakbisa jalan saking padat nya, kata pria yang menjaga gerainya bersama istri tercinta.
Saat ini, Dede dan penjual lain nya menjual sotong pangkong dengan harga Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per ekor, tergan tung besar kecilnya sotong.
Semakin besar ukurannya, semakin mahal harganya.
Menurut Dede, sotong pangkong disukai oleh orang dari beragam usia, baik tua maupun mu da. Laki-laki ataupun perempuan, semua suka makanan ini.
Tak hanya warga Kalimantan Ba rat, orang-orang dari wilayah lain pun tergiur untuk mencicipi penganan khas Pontianak ini.
Lukman, warga Pontianak, mengaku tidak pernah melewatkan Ramadhan tanpa menikmati kelezatan sotong pangkong.
Baginya, mengudap makanan ini saat Ramadhan merupakan tradisi yang sulit untuk ditingalkan.
Ia biasanya menikmati sotong pangkong untuk mengawali buka puasa. Ia makan begitu saja tanpa dibarengi nasi.`'Kalau pakai nasi rasanya malah kurang nendang,'' cetus nya.
Selain warga lokal, banyak ju ga pelancong yang tergoda men cicipi sotong pangkong. Kekhasan makanan ini pun singgah di telinga Eko Satrio yang berasal dari Jakarta. Dia mengaku diajak teman untuk merasakan olahan ini di warung kecil Dede.
Kali pertama mencicipinya, Eko mengaku langsung ketagihan.
Dia pun berkali-kali memesan sotong pangkong tanpa tahu sudah menghabiskan berapa ekor.
Rasanya itu bikin nagih, enak aja, apalagi yang sudah dikasih bumbu, benar-benar selera saya.''