Oleh: Parni Hadi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Ramadhan sering disebut sebagai bulan tarbiyah (pendidikan) bagi muslimin dan muslimat. Bulan latihan untuk mengendalikan hawa nafsu, yang dipicu oleh cipta, rasa, karsa (pikiran, perasaan dan kehendak) yang mewujud dalam budi (laku/tindakan) manusia.
Bentuk latihan itu adalah berpuasa atau berpantang makan, minum, dan melakuan hubungan kelamin antara suami istri pada waktu siang hari. Mulai dari azan Subuh hingga azan Magrib, setiap hari selama satu bulan penuh.
Latihan ini dilengkapi dengan laku atau tindakan memperbanyak amal saleh. Memperbanyak ibadah kepada Allah, juga amal sosial kepada sesama makhluk Tuhan dalam rangka mengamalkan trilogi "hablun minallah, hablun minanas dan hablun minal 'alam" (hubungan kepada Allah, manusia dan alam) sebagai sarana mewujudnya rahmat Allah untuk seluruh isi alam semesta (rahmatan lil alamin).
Tujuan latihan puasa Ramadhan adalah agar mampu meniru akhlak mulia (akhlakul kharimah) Nabi Muhammad Rasulullah Saw. Akhlak mulia itu adalah shidiq, tabligh, amanah dan fathonah (benar/jujur, mendidik, dapat dipercaya dan arif/bijak).
"Rasulullah terkenal sebagai seorang pendidik, pemaaf, bukan pendendam, suka berderma, tidak mudah putus asa, tetapi bersikap tegas untuk mendidik," kata Ustadz Iin Syamsudin, sebagai khatib dalam kutbah JumatNya di masjid Kompleks Perumahan Bina Marga, Cipayung, Jakarta Timur, sehari sebelum bulan Ramadhan lalu.
Agar bisa mewarisi dan meneladani akhlak mulia Rasulullah, pengendalian cipta, rasa, dan karsa serta budi, harus dijalani dalam perilaku sehari-hari, sepanjang masa, tidak hanya dalam bulan puasa.
Pikiran perlu dikendalikan, karena apa yang dipikirkan akan dikatakan. Perlu puasa berkata, yakni hanya berkata yang benar dan baik. Bila perlu, tidak diobral sepanjang tempat dan waktu.
Perkataan perlu dikendalikan karena apa yang dikatakan akan dilakukan atau menjadi perbuatan/tindakan. Perbuatan perlu dikendalikan, karena perbuatan akan menjadi kebiasaan.
Kebiasaan perlu diperhatikan atau dikendalikan, karena perbuatan akan menjadi karakter. Dan, karakter bisa menentukan nasib seseorang.
Sungguh betul butir kesepuluh Dasa Dharma Pramuka yang berbunyi; "Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan".
Aksi Sosial
Bulan Ramadhan adalah wahana dan atau sekaligus sarana yang diberikan Allah kepada umat Islam untuk melakukan pendidikan diri sendiri secara berjamah. Wahana atau sarana ini perlu diisi dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat dunia-akhirat, bagi diri sendiri dan masyaraat (orang banyak).
Berbuka puasa, shalat tarawih, mengaji dan sholat tahajud di rumah sendiri, dapat berfungsi membangun karakter dengan kesalehan ritual-formal, lebih untuk kepentingan pribadi.
Bila kegiatan itu dilakukan secara berjamaah di masjid/mushalla, dapat berfungsi membangun kesalehan ritual-formal dan sekaligus sosial, yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak, yakni terbangunnya pribadi yang peduli kepada sesama.
Ceramah keagamaan adalah bentuk dakwah bil kalam (kata-kata). Lebih bagus lagi, jika langsung diikuti dakwah bil hal (perbuatan nyata) dan atau gabungan keduanya untuk saling melengkapi. Misalnya, ceramah/pengajian yang diikuti langsung berdonasi (zakat, infak, sedekah dan wakaf) untuk menyantuni kaum dhuafa.
Demkian pula dengan bakti sosial dan lingkungan baik berupa layanan kesehatan gratis, hingga membersihkan dan memperbaiki tempat ibadah serta fasilitas sosial/umum.
Generasi muda, terutama murid sekolah yang telah diwajibkan menjadi anggota Pramuka, adalah subjek, bukan hanya objek, pendidikan dalam bulan tarbiyah ini. Mereka perlu terlibat, dilibatkan dan atau melibatkan diri dalam ibadah ritual, formal-personal, dan sosial sekaligus.
Menjadi relawan pengumpul zakat lembaga amil zakat dan membantu pemudik dalam Aksi Pramuka Peduli Lebaran bisa menjadi sarana latihan yang baik.
*) Penulis adalah wartawan senior, Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi LKBN ANTARA periode 1998-2000, dan Direktur Utama Radio Republik Indonesia (RRI) periode 2005-2010.