Mengenal Lebaran Ketupat

Rep: Fuji Pratiwi/Dok. Republika/ Red: Agung Sasongko

Rabu 21 Jun 2017 23:51 WIB

Ilustrasi Ketupat Lebaran Foto: Republika/musiron Ilustrasi Ketupat Lebaran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dito Alif Pratama dalam artikelnya “Lebaran Ketupat dan Tradisi Masyarakat Jawa” mengungkapkan masyarakat Jawa umumnya mengenal dua kali Lebaran, pertama adalah Idul Fitri 1 Syawal dan kedua adalah Lebaran Ketupat pada 8 Syawal setelah puasa sunah enam hari Syawal.

Lebaran Ketupat pertama kali dikenalkan Sunan Kalijaga. Saat itu, Sunan Kalijaga menggunakan dua istilah, Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Bakda Lebaran adalah perayaan Idul Fitri yang diisi dengan shalat Id dan silaturahim.

Sementara, Bakda Kupat dilakukan tujuh hari setelahnya. Masyarakat kembali membuat ketupat untuk diantarkan kepada sanak kerabat sebagai tanda kebersamaan. Tradisi ini juga tetap lestari di komunitas Muslim Jawa di berbagai daerah, seperti Muslim di Kampung Jawa Todano di Minahasa.

Tradisi mengantarkan makanan ini juga teradapat di Motoboi Besar, Sulawesi Utara, dan Bali. Muslim Bali atau Nyama Selam (saudara yang beragama Islam) melakukan tradisi ngejot, yakni mengantarkan makanan ke tetangga menjelang Idul Fitri. Umat Hindu juga akan melakukan tradisi serupa saat hari raya Nyepi atau Galungan.

Di laman resmi panduan wisata Indonesia Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dijelaskan sejak abad ke-15 di Gorontalo, terdapat festival Tumbilotohe. Tumbilo yang berarti memasang dan tohe yang berarti lampu dilakukan masyarakat setempat di rumah-rumah.

Dahulu, lampu dinyalakan menggunakan getah damar atau pohon lainnya. Lampu-lampu dinyalakan tiga hari menjelang Idul Fitri untuk memudahkan distribusi zakat fitrah oleh masyarakat sebab saat itu penerangan masih sangat minim. Saat ini, Tumbilotohe sudah menggunakan lampu yang dinyalakan dengan minyak.

Terpopuler