Malam 27 Ramadhan, Tetap Berharap dan Khawatir

Rep: FUJI PRATIWI/ Red: Ilham Tirta

Rabu 21 Jun 2017 20:12 WIB

Malam Lailatul Qadar (Ilustrasi). Malam Lailatul Qadar (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Banyak yang meyakini malam 27 Ramadhan sebagai malam lailatul qadar. Namun, karena Rasulullah tidak memastikan kapan tepatnya malam lailatul qadar, umat Islam harus tetap berharap sambil tetap khawatir.

Dalam tausiyah tarawih malam 27 Ramadhan di Masjid Hubbul Wathan Islamic Center NTB pada Rabu (21/6), Ustaz Satriawan mengatakan, umat Islam berharap malam 27 Ramadhan adalah lailatul qadar. Sebagian sahabat Rasul meyakini itu. Tapi karena Rasulullah sendiri tidak memastikan, maka tak ada yang bisa memastikan.

''Tapi kita boleh berharap. Sehingga lebih semangat dan sungguh-sungguh,'' kata Ustaz Satriawan.

Di sisi lain ada juga rasa khawatir karena meski telah mencari lailatul qadar di 10 malam terakhir Ramadhan, tidak ada jaminan Allah akan memaafkan. ''Jadi hati kita tetap antara harap dan cemas,'' kata Ustaz Satriawan.

Menurut dia, ibadah tidak untuk riya karena itu tidak usah selfie. Hanya dekatkan saja diri pada Allah. "Yang kita kejar adalah maaf Allah," katanya.

Ada empat riwayat yang menyebut tentang lailatul qadar. Rasulullah pernah menutup sebuah hadis dengan menyebut yang dari Ramadhan adalah ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Mereka yang tidak beribadah pada malam itu, tidak mendapat kebaikan yang besar.

Rasulullah memerintahkan mencari lailatul qadar di 10 malam terakhir Ramadhan. Itu yang banyak dilakukan umat Islam, mencari lailatul qadar dengan ibadah penuh kesadaran agar tak ada waktu terlewat sia-sia. ''Apa kita dapat? Semoga. Kita berusaha agar jangan sampai tidak dapat apa-apa,'' kata Ustaz Satriawan.

Rasulullah menyeru untuk memprioritaskan qiyamu lail saat Ramadhan agar malam-malam Ramadhan hidup. Rasulullah menyeru umat Islam agar melengkapi tarawih dan witir sampai tuntas. ''Sabarlah shalat bersama imam. Mereka yang qiyamu lail tuntas bersama imam dicatat seperti shalat semalam suntuk,'' kata Ustaz Satriawan.

Bila ditanya, yang lebih utama 10 malam akhir Ramadhan atau 10 malam awal Dzulhijjah. Rasulullah menjawab bila malam, 10 malam akhir Ramadhan lebih utama. Tapi kalau siang, 10 awal Dzulhijjah lebih utama.

Riwayat tentang lailatul qadar adalah saat Aisyah bertanya doa apa yang baik dibaca bila kiranya berjumpa lailatul qadar. Lalu Rasulullah menyarankan untuk membaca doa Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu'anni, yang artinya, Ya Allah Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf karenanya maafkanlah aku.