REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Umat Islam diimbau tidak meremehkan zakat mal. Sebab, inilah ibadah yang berdampak langsung pada kondisi umat Islam.
Dalam Kajian Dzuhur 26 Ramadhan di Masjid Hubbul Wathan pada Rabu (21/6), Ustaz Zainuri menjelaskan, bila bicara shalat, tidak umat Islam ada yang tak shalat. Tapi bila bicara zakat, kesadaran umat Islam masih kurang. Padahal shalat dan zakat tak terpisah.
''Kalau bicara orientasi, zakat bisa lebih utama. Sebab efek zakat lebih besar dari yang kita bayangkan,'' kata Ustaz Zainuri.
Bila shalat membentuk keshalihan individu, belum tentu berdampak sosial. Sementara zakat harta menyangkut urusan bangsa dan umat. BAZNAS memprediksi, umat Islam Indonesia yang besar cukup menghidupi diri dari zakat. Dalam setahun Indonesia bisa mengumpulkan Rp 217 triliun dana zakat. Tapi, saat tiap tahun bisa baru terhimpun sekitar Rp 1 triliun.
Sayangnya, masih banyak yang menghindari zakat. Yang terjadi saat ini, yang sadar zakat justru yang tidak wajib zakat. Sementara wajib zakat justru banyak beralasan menghindari zakat.
Bila menggunakan qiyas, maka semua umat Islam wajib zakat. Profesi yang menghasilkan seolah tidak tersentuh meski wajib zakat. ''Zakat itu kebutuhan kita atas harta dan kelanggengan keberkahan. Dalam harta kita ada hak Allah, itupun jumlahnya tak seberapa,'' ungkap Ustaz Zainuri.
Dalam surat Az-Zariyat ayat 19, Allah menyebut dalam harta manusia ada hak orang yang meminta atau tak meminta. Allah mewajibkan zakat agar mencukupkan orang miskin sehingga mereka tidak repot saat lapar. Bila tak mau mengeluarkan zakat, Allah memberi pernyataan singkat bahwa Allah menyiapkan azab pedih.
Rasulullah bersumpah tidak akan berkurang harta yang dizakatkan. ''Kecuali perspektif kita berbeda. Hitungan ekonomi, tidak masuk. Tapi pakai hitungan Allah, Allah beri lebih,'' kata Ustaz Zainuri.
Dalam Islam, konsep harta adalah apa yang disedekahkan. Sebab yang tersisa di dompet pasti habis. Bila suatu ibadah makin berat dilakukan, makin berat imbalannya. ''Karena itu tidak ada zakat memiskinkan orang yang mengeluarkannya,'' ucap Ustaz Zainuri.
Islam memberi tuntunan tegas soal harta. Semua harta dari semua sumber halal harus dizakatkan. Syarat zakat adalah Muslim, manusia merdeka, memiliki harta yang dimiliki penuh, sudah cukup jumlah (nisab), dan sudah sampai batas waktu (haul).
Mayoritas hitungan zakat pun standarnya pada zakat emas. Mereka yang mempunyai harta di luar kebutuhan setara emas 93,6 gram, maka wajib dizakatkan. Bila nilai setara emas 93,6 gram itu berupa usaha, sebagian ulama mewajibkan zakat modal plus laba dan sebagian ulama mewajibkan zakat laba usaha saja.
Kalangan profesional juga wajib zakat bila pendapatannya setara nilai emas yang wajib dizakatkan. Pelaksanaan zakat profesi diqiyaskan saat panen atau saat mendapat gaji.
Untuk suami istri yang dua-duanya bekerja, keduanya wajib berzakat. Kalau masing-masing juga berbisnis, maka penghasilan personal dari usahanya pun wajib dizakatkan. Sementara secara institusi, lembaga usahanya pun wajib berzakat.
''Harus berani zakat harta. Mungkin kadang berat karena angka zakatnya terlihat besar, padahal tidak,'' kata Ustaz Zainuri.
Pun bila memiliki harta berupa ternak. Dalam pandangan ulama, bila seorang Muslim punya 30 ekor sapi, zakatnya satu ekor sapi. Kalau 40-120 kambing, zakatnya satu ekor kambing usia dua tahun.
Bisnis lain seperti perniagaan buah juga wajib zakat. Zakat buah yang disebut secara khusus memang hanya zaitun dan anggur. Tapi karena Indonesia tak punya semuanya, ini diqiyaskan menjadi buah apa saja yang diperuntukkan untuk bisnis wajib dizakatkan bila nilainya sudah setara nilai 93,6 gram emas.