Jelang Idul Fitri, Turkmenistan Ampuni Seribu Narapidana

Red: Ratna Puspita

Ahad 18 Jun 2017 12:19 WIB

Presiden Turkmenistan Gurbanguly Berdymukhamedov (kiri) ketika bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan). Foto: EPA/SERGEI CHIRIKOV/POOL Presiden Turkmenistan Gurbanguly Berdymukhamedov (kiri) ketika bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, ASHGABAT -- Pemerintah Turkmenistan mengampuni lebih dari 1.000 narapidana menjelang Hari Raya Idul Fitri, yang menandai akhir bulan suci Ramadhan. Presiden Gurbanguly Berdymukhamedov menandatangani sebuah perintah amnesti untuk 1.029 narapidana di negara bekas negara Soviet itu. 

Surat kabar lokal Netral Turkmenistan, dilansir dari Daily Sabah pada Ahad (18/6), melaporkan jumlah amnesti itu dua kali lebih banyak dari narapidana yang dibebaskan dalam pengampunan massal tahun lalu. Pada 2016, Turkmenistan mengampuni 612 narapidana. 

Presiden meminta mereka yang diampuni untuk berkontribusi pada pekerjaan skala besar yang dilakukan di negara ini dan dengan setia bekerja untuk keuntungan Tanah Air. 

Sistem lembaga pemasyarakatan Turkmenistan termasuk yang paling tertutup di dunia, meskipun kementerian luar negeri negara tersebut mengklaim bahwa beberapa duta besar negara asing bisa mengunjungi penajara di dua kota tahun lalu. 

Pada Februari lalu, pengawas hak asasi manusia, Human Rights Watch, menyerukan pembebasan 18 orang yang menerima hukuman hingga 25 tahun di negara yang memiliki kekayaan gas itu. Human Rights Watch mengatakan 18 orang itu mungkin mendapatkan penyiksaan dari otoritas Turkmenistan. 

Orang-orang tersebut dilaporkan ditangkap karena berafiliasi dengan sekolah-sekolah yang terkait dengan gerakan Hizmet, yang didirikan oleh ulama Muslim dan pendidik Amerika Serikat, Fethullah Gulen. Gullen merupakan musuh bebuyutan presiden Turki Recep, Tayyip Erdogan.

Sejak sebuah usaha kudeta di Turki Juli tahun lalu, Pemerintah Turki telah mendesak negara-negara lain untuk menutup sekolah dan universitas yang terkait dengan Gullen. Bahkan, Turki meminta Amerika Serikat untuk melakukan ekstradisi.

Turkmenistan, yang sebagian besar penduduknya berbicara bahasa Turki, menutup sekolah berafiliasi Gulen sejak 2011. 

Terpopuler