Misi Marbut Hidupkan Ramadhan

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko

Jumat 16 Jun 2017 18:01 WIB

Petugas Marbot sedang membersihkan masjid. (ilustrasi) Foto: www.akumassa.org Petugas Marbot sedang membersihkan masjid. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Peran para marbut masjid dalam melayani umat selama Ramadhan tidak bisa dianggap sebelah mata. Sebab, mereka memiliki tugas yang cukup strategis dalam menghidupkan amalan-amalan kaum Muslim di Bulan Suci. Seperti yang dilakukan para mar but Masjid Jami Keramat Luar Batang di Pen jaringan, Jakarta Utara, misalnya. Setiap hari selama Ramadhan, mereka harus bekerja ekstra untuk memenuhi kebutuhan spiritual umat di sekitar kampung itu.

Sekretaris Masjid Jami Keramat Luar Batang Mansur Amin menuturkan, saat ini terdapat 56 orang marbut yang bekerja di rumah ibadah yang ia urus tersebut. Setiap dari mereka memiliki tugas khusus yang telah dibagi menurut keahlian masing-masing. Di antaranya adalah muazin (sebanyak empat orang), imam masjid (lima orang), petugas maintenance, teknisi kelistrikan, hingga petugas kebersihan dan pengurus masjid yang jumlahnya lebih dari 40 orang.

Selama Ramadhan, kata Mansur, para marbut itu mempunyai tugas yang lebih banyak dibandingkan bulan-bulan lainnya. "Sebut saja muazin yang harus bangun lebih dini untuk membangunkan orang-orang agar bersiap-siap bersantap sahur. Atau para pengurus lainnya yang harus bersiaga setiap hari untuk menyiapkan dan menggelar acara berbuka bersama di masjid," ujarnya kepada Republika, Selasa (13/6).

Dia mengatakan, Masjid Jami Keramat Luar Batang memang mengadakan acara buka bersama setiap hari selama Ramadhan. Tradisi semacam itu sudah berlangsung sejak 2005. Dari tahun ke tahun, para marbut di tempat ibadah itu sudah terlatih membiasakan diri untuk melayani kebutuhan ibadah kaum Muslim yang berada di sekitar Kampung Luar Batang.

"Ada yang kebagian tugas mengatur tadarus Alquran, ada pula yang mengelola pembagian buka puasa. Apalagi, warga yang menyumbang menu buka puasa di masjid cukup banyak jumlahnya se hingga perlu diatur sedemikian rupa supaya adil dan tidak mubazir," ucap Mansur. Usai menyelenggarakan buka puasa bersama, kata dia, para marbut tadi harus membersihkan sisa-sisa bungkus ma kanan yang terserak di lingkungan masjid yang kapasitas totalnya mencapai 3.000 orang itu. Mereka juga harus menggulung tikar yang sebelumnya dipakai sebagai alas duduk jamaah saat berbuka. "Di sini, mereka harus bekerja cepat dan sigap karena waktu yang tersisa antara Magrib dan Isya itu sangat mepet, yakni berkisar 20 menit saja," ucap Mansur.

Menurut dia, tugas pelayanan di Masjid Jami Keramat Luar Batang akan terasa semakin berat sa at beberapa hari menjelang Idul Fitri. Pasalnya, pada waktu-waktu tersebut, sebagian marbut biasanya sudah kembali ke kampung halaman masing-masing. Ada yang pulang ke Cirebon Jawa Barat, ada pula yang pergi ke daerah Banten. Akibatnya, ketika menyelenggarakan shalat Idul Fitri, jumlah marbut yang bertugas di masjid besar itu hanya tersisa separuhnya. Sementara, jamaah yang menunaikan shalat hari raya di sana bisa mencapai 6.000 orang jumlahnya.

"Sebagai alternatifnya, kami harus mengerakkan anggota keluarga masing-masing untuk membantu tugas penyelenggaraan shalat Idul Fitri di masjid ini. Alhamdulillah, berdasarkan pengalaman kami selama bertahun-tahun, tidak ada kendala berarti yang kami hadapi saat hari raya tiba," ujarnya. Pengalaman serupa juga diungkapkan oleh Denny Kurniawan (26 tahun). Pemuda yang bertugas sebagai muazin di Masjid al-Hidayah Kompleks Bank Indonesia (BI) Pancoran, Jakarta Selatan, itu pun mengaku pelayanan ibadah selama Ramadhan mengalami peningkatan dibandingkan bulan-bulan lainnya.

Pada saat menjelang Magrib, rumah ibadah itu biasanya sudah dipenuhi jamaah yang hendak berbuka dan menunaikan shalat fardhu. Selain menu buka, Masjid al-Hidayah juga menyediakan nasi kotak untuk 200–250 jamaah setiap harinya. "Sebelum mengumandangkan azan Magrib, saya biasanya sudah berbuka terlebih dulu. Dengan begitu, sunahnya jadi tidak tertinggal," ucap Denny.

Selama 10 hari terakhir Ramadhan, kata dia, para marbut di Masjid al-Hidayah harus bekerja lebih ekstra lagi. Sebab, pada waktu-waktu itu jamaah yang melakukan iktikaf di masjid itu cukup banyak jumlahnya. "Alhamdulillah, karena kami saling berbagi tugas, semua kegiatan untuk menghidupkan amalan Ramadhan di masjid ini dapat diselesaikan dengan baik," katanya.

Terpopuler