REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang yang mendapatkan lailatul qadar pada bulan Ramadhan, diyakini kualitas perilaku dan perbuatannya menjadi lebih baik. Menurut ilmu psikologi, untuk menjadi pribadi yang perilaku dan perbuatannya baik, maka dibutuhkan proses. Bulan Ramadhan dianggap sebagai proses menempa diri untuk menjadi lebih baik.
Guru Besar Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Prof Abdul Mujib mengatakan, dengan melaksanakan berbagai macam ibadah selama bulan Ramadhan secara bersungguh-sungguh, maka secara psikologi akan terbawa kebiasaan ibadah tersebut sampai setelah Ramadhan.
"Teori psikologi adalah teori pengulangan, apapun itu kalau diulang-ulang menjadi kebiasaan, pertama mungkin proses (ibadahnya) terpaksa, lama-lama akan mencapai kualitas (ibadah) yang ikhlas," kata Prof Mujib kepada Republika.co.id, Selasa (13/6).
Mengenai ciri-ciri orang yang mendapatkan lailatul qadar, dia mengatakan, sejauh ini belum ada rumusan tentang ciri psikologi orang yang mendapatkan lailatul qadar. Tapi, menurutnya, lailatul qadar bukan suatu pemberian tanpa proses.
Menurutnya, jika proses menjalankan ibadah puasanya benar sejak awal, mulai dari niat sampai proses ibadah lainnya juga benar, maka kemungkinan akan mendapatkan lailatul qadar. "Tanda-tanda orang mendapatkan lailatul qadar atau tidak, itu tidak bisa dilihat dari ujungnya, mungkin bisa dilihat dari prosesnya," ujarnya.
Misalnya, proses dan kesungguhan menjalankan ibadah di bulan Ramadhan mulai dari malam pertama. Ini dapat dilihat dari ciri-ciri orang yang berproses dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah serta meningkatkan kualitas dirinya.
Ciri-cirinya orang tersebut tentu rajin shalat berjamaah dan melaksanakan ibadah-ibadah lainnya dibanding sebelumnya. Juga silaturrahim, perilaku dan perkataan orang tersebut menjadi semakin baik kualitasnya. "Saya juga kurang sependapat dengan pendapat pada umumnya, umumnya mengatakan inti dari puasa itu adalah mengejar lailatul qadar," ujarnya.
Ia menjelaskan, lailatul qadar sebesar apa pun pahalanya masih bisa dihitung. Justru, ibadah puasa itu sendiri yang tidak bisa dihitung berapa banyak pahalanya. Hadis Rasulullah mengatakan, semua amal digandakan ganjarannya 700 kali lipat, kecuali puasa tidak terhitung pahalanya.
Bahkan, kadang-kadang tidak dapat pahala sama sekali. Artinya, pahala puasa jauh melebih segala-galanya dibanding pahala lailatul qadar. "Saya yakin lailatul qadar tidak akan didapatkan orang kalau dia tidak melaksanakan proses puasa yang baik. Makanya kalau secara proses, siapa orang yang mendapatkan lailatul qadar yaitu orang yang ibadah, perilaku, sabar, syukur, silaturrahim menjadi lebih baik," ucapnya.