Dosen di Universitas Ini Izinkan Muslim Ujian Setelah Buka

Red: Ratna Puspita

Senin 12 Jun 2017 03:40 WIB

Mahasiswa menulis jawaban soal ujian akhir semester. (Ilustrasi) Foto: EPA/MANUEL BRUQUE Mahasiswa menulis jawaban soal ujian akhir semester. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ujian akhir semester atau final di Universitas Washington digelar selama bulan suci Ramdhan, ketika umat Islam berpuasa pada siang hari. Beberapa profesor di Kampus Bothell, satu dari tiga kampus milik Universitas Washington, mengizinkan mahasiswa yang sedang berpuasa melakukan ujian setelah berbuka. 

Inisiatif ujian pada malam hari ini dimulai oleh Profesor Bryan White dari Departemen Biologi. White melakukan cara ini setelah menemui mahasiswanya pascaujian tahun lalu. 

Kala itu, dia bertanya kepada mahasiswa yang beragama Islam tersebut tentang hasil ujian akhir semesternya yang menurun. White merasa bingung. Sebab, nilai-nilai sang mahasiswa terus meningkat sepanjang kuartal namun turun tajam dalam ujian terakhirnya.

Kepada White, mahasiswa tersebut mengatakan bahwa dia mengalami kesulitan mempertahankan fokus pada bulan Ramadhan, bulan suci Islam di mana umat Islam berpuasa pada siang hari. Jawaban tersebut membuat White berpikir kalau ada sesuatu yang dapat dia lakukan. 

Tahun ini, ketika seorang mahasiswa Muslim lain mengatakan kepadanya bahwa Ramadhan segera tiba, White teringat percakapannya dan memutuskan untuk melakukan sesuatu. 

White memutuskan melakukan dua sesi ujian akhir semester pada Rabu untuk mata kuliah Pengantar Fisiologi. Sesi pertama pada waktu normal di pagi hari dan satu lagi pada pukul 22.00 WIB, setelah matahari terbenam dan mahasiswa yang berpuasa sudah makan. 

White mengatakan menggelar dua sesi ujian dan membuka kelasnya hingga tengah malam bukanlah sesuatu yang sulit. "Bagi saya, ini adalah hal yang mudah. Tokh, lagipula, bukan hal yang baru bagi saya berada di kampus hingga tengah malam," ujar dia, dilansir dari Seattle Times, Senin (12/6).

Keputusan White sangat berarti bagi para mahasiswanya yang berpuasa. Zoha Awan mengatakan pertama kali membaca surat elektronik pemberitahuan sesi ujian setelah berbuka puasa, dia merasa terkejut. 

Semua teman sekelasnya yang beragama Islam di Kampus Bothell dan Kampus Seattle, kampus lain Universitas Washington, membicarakannya. "Ini mungkin bukan sesuatu yang luar biasa bagi Dr White, tapi ini sangat berarti bagi kami," kata Awan. 

Awan pun mengungkapkan apa yang dilakukan White sudah melakukan perbedaan yang besar bagi mahasiswa Muslim. "Kemampuan melihat hingga ke sesuatu yang sekecil ini, sangatlah membuat perbedaan," kata dia. 

Selama Ramadhan, Muslim harus bangun pada dini hari untuk melakukan sahur. Waktu makan sahur ini lebih terlambat dari makan malam dan lebih cepat dari sarapan. 

Puasa juga berarti umat Islam tidak boleh minum air atau kopi ketika matahari terbit. Bagi Awan, yang minum setidaknya dua cangkir kopi setiap hari, hal tersebut membuatnya kesulitan belajar dan melakukan ujian. 

Mahasiswa Muslim di kelas White lainnya, Indira Ongarbaeva, juga seorang penggemar kopi. Dia merasa tersiapkan secara emosional karena bisa makan sebelum melakukan ujian. 

Pada hari ujian, dia berbuka puasa pukul 21.04 dengan kurma. Setelah itu, dia langsung menggunakan mobil untuk menuju kampus. Dia terpaksa melewatkan shalat maghrib, pertama kalinya selama bulan suci. 

Dua profesor lain di Universitas Washington mendengar tentang apa yang dilakukan oleh Whita dan memutuskan melakukan hal yang sama. Salah satunya, Rania Hussein, yang juga beragama Islam. 

White mengatakan, selain makanan dan waktu, cara ini bakal mendorong mahasiswa untuk melakukan usaha yang lebih baik ketika ujian. "Mungkin ini norak, tapi saya ingin mereka berpikir bahwa kelas ini mempedulikan satu sama lain," kata dia. 

Terpopuler