Dulu, Pengumuman Lebaran Hanya Lewat Radio

Red: Agung Sasongko

Sabtu 10 Jun 2017 23:00 WIB

Pemancar radio. Ilustrasi Foto: . Pemancar radio. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Desa Widorokandang, Kecamatan Sidorejo, Magetan, Jawa Timur, juga tidak jauh berbeda.  Suasana yang dirasakan pada tahun 70-an memang sangat meriah. Seorang warga setempat, Sumarni (52), mengatakan, Ramadhan meriah di desa itu dengan lantunan suara Alquran.

"Kalau dulu, tadarus sampai sahur," Sumarni mengungkapkan. 

Menurut dia, masyarakat setempat memiliki tradisi saat malam menyambut hari pertama puasa dilakukan acara selamatan di masjid kampung. Selamatan tersebut dihadiri oleh seluruh warga kampung dengan membawa makanan masing-masing.

Di situ, warga memanjatkan doa dan berzikir. Setelah itu, warga memakan makanan bersama-sama di masjid tersebut. Beruntung tradisi itu masih berlangsung hingga saat ini. Selain itu, selamatan digelar saat malam Nuzulul Quran dan malam Hari Raya Idul Fitri. Masing-masing keluarga membawa makanan ke masjid dan nantinya dimakan bersama-sama.

"Malam Lebaran nanti takbir keliling kampung dan naik truk pergi ke kota," ujar Sumarni yang lulus SD tahun 76.

Masnan (60), warga Gapura Tengah, Sumenep, Madura, Jawa Timur, di tahun 70-an, daerahnya belum dialiri listrik. Oleh karena itu, ketika Ramadhan, anak-anak muda kampung tersebut menyalakan obor dan menggelar takbir keliling. Berbeda dengan daerah yang saat ini yang sudah teraliri listrik.

Menurut Masnan, hal tersebut juga memengaruhi kemeriahan masyarakat setempat dalam menyambut dan mengisi Ramadhan. "Semarak kalah dengan sekarang, listrik ada, kegiatan banyak, dulu kalau mau Lebaran saja," Masnan menjelaskan.

Waktu itu, lanjutnya, beduk di masjid agung sangat berperan penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang masuk waktu Ramadhan atau Lebaran. Masyarakat akan menunggu bunyi beduk antara pukul 20.00-21.00 WIB.

Pengumuman awal Ramadhan dan Lebaran dari pemerintah hanya bisa didengarkan  langsung lewat radio, sedangkan tidak sembarangan orang yang mampu membeli radio. Zaman itu, kata Masnan, mereka yang mempunyai radio adalah warga yang kaya.