PB Wanita al-Irsyad Buka Bersama Komunitas Tuli

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Ilham

Sabtu 10 Jun 2017 21:44 WIB

Organisasi Islam Wanita al-Irsyad mengadakan acara silaturahim sekaligus buka puasa bersama dengan Majelis Ta'lim Tuli Indonesia (MTTI) di Masjid Abu Bakar ash-Shiddiq, Jalan Otto Iskandar Dinata, Jakarta, Sabtu (10/6). Foto: Republika/Hasanul Rizqa Organisasi Islam Wanita al-Irsyad mengadakan acara silaturahim sekaligus buka puasa bersama dengan Majelis Ta'lim Tuli Indonesia (MTTI) di Masjid Abu Bakar ash-Shiddiq, Jalan Otto Iskandar Dinata, Jakarta, Sabtu (10/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Islam Wanita al-Irsyad mengadakan acara silaturahim sekaligus buka puasa bersama dengan Majelis Ta'lim Tuli Indonesia (MTTI) di Masjid Abu Bakar ash-Shiddiq, Jalan Otto Iskandar Dinata, Jakarta, Sabtu (10/6). Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Wanita al-Irsyad, Fahimah Abdul Kadir Askar, acara ini bertujuan untuk menyemarakkan ibadah di bulan Ramadhan tahun ini.

Selain itu, ia berharap agar terjalin kepedulian antarsesama Muslim, termasuk kawan-kawan yang menyandang disabilitas tuli. “Rekan-rekan kita dari tuli ini kurang mendapatkan perhatian dari masyarakat luas. Mereka secara utuh normal. Tetapi mungkin komunikasinya itu (penyandang disabilitas tuli) berbeda. Kita buka puasa bersama mereka, supaya mereka mendapatkan perhatian dan kepedulian dari sesama. Juga supaya mereka lebih bersemangat lagi, lebih termotivasi,” ujar Fahimah Askar saat ditemui di sela-sela acara tersebut, Sabtu (10/6).

Sebelum buka puasa bersama, ada pemutaran film, permainan-permainan (games) ringan, pemberian hadiah, serta tausiyah kepada para peserta. Secara keseluruhan, peserta sekitar 100 orang anggota MTTI yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya.

Fahimah meneruskan, acara ini rencananya akan menjadi rutinitas dalam Ramadhan ke depan. Selain itu, pihaknya juga aka menggelar buka puasa bersama dengan komunitas tunanetra pada pekan mendatang di lokasi yang sama.

Diwawancarai terpisah, pihak MTTI mengapresiasi ormas Wanita al-Irsyad atas penyelenggaraan acara tersebut. Menurut Wakil Sekretaris MTTI, Ustaz Daud Nur Ahmad, para peserta bergembira lantaran kemeriahan acara yang berlangsung sejak sore ini.

“Kawan-kawan tuli senang. Apalagi dari ibu-ibu (anggota MTTI), misalnya, mereka yang biasa di rumah saja. Di sini bisa bertemu banyak kawan baru, main games. Acara ini menginsipirasi dan buat refreshing juga,” ujar Ustaz Daud, Sabtu (10/6).

Dia menuturkan awal pendirian organisasi MTTI. Semuanya dari kerisauan salah seorang tokoh tuli Indonesia, Afrizar. Sebab, banyak orang Muslim yang kebetulan menyandang disabilitas tuli memilih beralih iman menjadi non-Muslim.

“Banyak teman-teman tuli yang Muslim di lapangan pada realitasnya beralih iman karena diajak-ajak ke peribadatan yang lain. Kenapa? Karena buat mereka ini tidak ada penerjemah yang menerangkan ajaran Islam kepada mereka. Sehingga, berangkat dari kerisauan itu, Pak Afrizar membentuk Majelis Ta'lim Tuli Indonesia. Tujuannya, agar teman-teman tuli yang Muslim bisa dibimbing untuk memahami dan teguh dalam agama Islam yang baik dan benar,” katanya.

Majelis Ta'lim Tuli Indonesia terbentuk sejak 15 September 2016. Peresmiannya berlangsung di Jakarta Selatan dan dihadiri unsur Majelis Ulama Indonesia.

Ustaz Daud menerangkan, pada umumnya orang Muslim penyandang tuli bersemangat dalam beribadah. Sebab, sejatinya mereka dapat berpikir dan merasa secara normal. Akan tetapi, penyandang tuli hanya memiliki kendala dalam berkomunikasi, utamanya mendengar dan berkata-kata.

“Mereka sebenarnya ingin beribadah sebagaimana orang normal. Mereka sebenarnya antusias beribadah. Makanya, perlu adanya ustaz-ustaz atau penerjemah yang mau peduli kepada mereka, mengajarkan kepada mereka, menyisihkan waktu kepada mereka kapanpun dibutuhkan,” jelasnya.

Penerjemah yang ia maksud adalah orang yang dapat berbahasa isyarat kepada kaum tuli. Menurut pria asal Ciputat ini, tidak terlalu sulit untuk bisa menguasai bahasa isyarat. Asalkan, punya semangat belajar dan suka berbagi waktu, berinteraksi dengan kawan-kawan penyandang tuli. Hal ini dirasakan sendiri Ustaz Daud sebelum terjun ke dunia dakwah bagi para disabilitas. “Mungkin ini yang namanya panggilan hati,” kata dia.