Ekspatriat Non-Muslim di Jeddah Merasakan Indahnya Ramadhan

Rep: mgrol96/ Red: Agus Yulianto

Jumat 09 Jun 2017 20:04 WIB

Ekspatriat di Arab Saudi (ilustrasi) Ekspatriat di Arab Saudi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH - Dari hiasan warna-warni untuk pertemuan berbuka puasa dan jam kerja berkurang, ramadhan hadir dengan getaran berbeda sebagai waktu yang menarik sepanjang tahun. Itu amatan ekspatriat yang tinggal di Jeddah atas fenomena ramadhan.

Rita Walsh, seorang dosen Universitas Irlandia yang berbasis di Jeddah, mengatakan, bahwa atmosfer ramadhan itu indah. Hari-hari lebih semarak dari biasanya, hari kerja lebih pendek dan malam lebih lama. Pasar buka sampai dini hari, menjual makanan dan permen tradisional.

"Semua orang senang setelah berbuka puasa. Semua orang sedang berbelanja untuk perayaan yang akan datang,” kata Walsh kepada Arab News (9/6). Menurutnya, ini adalah Ramadhan di Jeddah yang kedua bagi Walsh, dan tahun ini Ramadhan yang menyenangkan.

Walsh belajar menyesuaikan waktu kerja di bulan Ramadhan yang menjadi lebih sempit bagi orang Muslim. "Saya orang yang biasa bangun pagi. Saya suka pergi bekerja lebih awal. Jadi, ketika di sana sepi, saya bisa menyelesaikan pekerjaan," katanya.

Pemandangan umum sering ia temui ketika sesama Mulim memberikan makanan kepada orang-orang di jalanan sekitar waktu buka puasa. "Anda melihat yang terbaik pada orang-orang selama bulan ramadhan. Semua orang menyapamu di jalan. Orang lebih banyak berusaha," katanya.

Farmborough ekspatriat lainnya menyukai bagaimana orang menghentikan mobil mereka untuk memberi makan ke penyapu jalan. Menurut dia, banyak orang berkeliling dengan membawa makanan untuk diberikan kepada yang layak menerima.

"Saya bahkan pernah bertemu penyapu jalan, menawari saya makanan buka puasa yang telah diberikannya. Itu benar-benar menyentuh, karena dia jelas tidak memiliki apa-apa," tambah Farmborough.

Sebelumnya, dia pernah tinggal di Provinsi Timur. Dimana orang-orang mengundangnya ke rumah mereka atau di masjid setempat untuk berbuka puasa. Dia menjelaskan, bahwa dia bukan seorang Muslim. Tetapi orang yang mengajaknya tidak mempermasalahkan dan meninta laki-laki non Muslim itu untuk bergabung menyatap makanan buka puasa.

Farmborough heran, kota berubah sangat sepi saat berbuka puasa, karena umat Muslim menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarga dan teman.

Lain halnya dengan Bernat Fabra Arbona, seorang insinyur Spanyol yang berbasis di Jeddah. Dia mengatakan, bahwa lalu lintas saat akan bekerja selama bulan Ramadhan adalah "menakjubkan" karena jam kerjanya tetap sama. "Ini kebiasaan yang kami hormati dan kami mencoba untuk tidak minum atau makan di depan umat Islam," katanya.

"Kami bekerja sama dan mereka memiliki jam kerja yang berbeda (dikurangi),” lanjutnya.

Bagi non-Muslim di Arab Saudi selama bulan Ramadhan, tantangan ketika di siang hari tidak menemukan restoran yang buka. Arbona dan keluarganya bergabung dengan teman Muslim untuk berbuka puasa dan terus mengalami hal ini selama bulan puasa berlangsung.

Mereka mengakui, kalau makanan yang disajikan di bulan Ramadhan biasanya lebih baik dari pada bulan lainnya.

Orang-orang yang termasuk ekspatriat non-Muslim tidak diperbolehkan untuk makan di depan umum selama bulan Ramadhan.

Sebuah pernyataan dari Kementerian Dalam Negeri, yang dilaporkan oleh Arab News, mengatakan bahwa “ekspatriat non-Muslim harus menghormati perasaan Muslim dengan tidak makan, minum atau merokok di tempat umum seperti jalan-jalan dan tempat kerja."