NTB Bedah Buku Muslim Traveller Solution

Red: Yudha Manggala P Putra

Kamis 08 Jun 2017 07:34 WIB

Pelancong Muslim/ilustrasi Foto: himalayantrekkers.com Pelancong Muslim/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menggelar bedah buku Muslim Traveller Solution sebagai salah satu rangkaian kegiatan yang diselenggarakan selama bulan suci Ramadhan di Masjid Hubbul Wathan Islamic Center.

Penulis buku Muslim Traveller Solution, Priyadi Abadi di Mataram, Rabu (7/6), mengatakan buku ini memberi gambaran bagi umat Islam jika ingin melancong ke sebuah tempat yang penduduknya mayoritas non-Muslim. Pasalnya, umat Islam sangat memperhatikan aspek kehalalan makanan dan minuman saat berkunjung ke sebuah tempat.

"Saya mencoba mengulas bagaimana Muslim traveller bepergian atau bertadabur alam tapi tidak meninggalkan kewajiban kita sebagai seorang Muslim," kata Priyadi di Ballroom Masjid Hubbul Wathan, Kompleks Islamic Center NTB.

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Ketua Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) ini menilai, banyak dari biro perjalanan wisata dalam negeri yang belum mampu mengakomodir kebutuhan para Muslim traveller untuk melancong ke suatu tempat.

Namun, banyak para pelaku industri pariwisata belum memfasilitasi kebutuhan wisatawan Muslim. Padahal, dengan segala potensi yang ada, Indonesia harusnya mempunyai keunggulan pada sektor ini.

"Para travel Muslim yang hanya fokus pada urusan umrah dan haji. Tapi bagaimana kalau mau jalan jalan ke AS atau Australia bingung karena tidak diakomodir. Akhirnya pakai travel umum, tidak ada waktu shalat, makanan juga tidak tahu halal atau tidak," terangnya.

Ia mengakui, banyak mengamati para travel Muslim yang cenderung memilih pada zona nyaman yakni urusan haji dan umrah sehingga destinasi lain tidak digarap dengan maksimal.

"Saat ini dunia sudah melihat industri Muslim traveller menjadi satu industri yang sangat potensial. Kita terus berusaha agar negara yang kita kunjungi sediakan makanan halal dan menyediakan tempat ibadah," katanya.

Lebih lanjut, dituturkanya bagi seorang Muslim, kemana dia melangkah, tidak bisa meninggalkan kewajibannya sebagai seorang Muslim untuk beribadah.

Karenanya, dalam bukunya ini, Priyadi memberi contoh negara-negara Eropa Barat yang sering jadi destinasi wisata para pelancong muslim tapi punya tantangan sendiri soal makanan halal dan fasilitas shalat.

Selain itu, dia juga mencoba mengedukasi restoran dan hotel agar bisa memfasilitasi kebutuhan wisatawan Muslim. Karena menurut Priyadi, para pelaku industri pariwisata di Eropa sudah menyadari akan potensi besar Muslim traveller. Bahkan, proyeksi nilai wisata halal pada 2020 bisa menyentuh 2,6 triliun dolar AS.

Untuk itu, Priyadi menilai Indonesia harus terus memantapkan diri dalam mengakomodir para wisatawan Muslim yang berkunjung. Yang paling utama tentu adanya sertifikasi halal. Wisatawan muslim mancanegara sangat berpegang teguh pada sertifikat halal yang dikeluarkan otoritas setempat. "Sertifikasi dan standardisasi sudah jadi acuan global. Kalau restoran mengaku halal, harus mencantumkan sertifikat halal. Sebab ini tuntutan dasar," jelasnya.

Untuk diketahui, pemerintah Indonesia sendiri sedang menggiatkan wisata halal nasional. Dalam Global Travel Muslim Index (GMTI) 2017 Indonesia berada di urutan ke tiga.

Terpopuler