Abu Thalhah dan Tamu Rasulullah

Red: Agung Sasongko

Rabu 07 Jun 2017 14:43 WIB

Ramadhan Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Suatu hari, Nabi Muhammad SAW kedatangan seorang tamu dari jauh. Setelah berbincang-bincang, tamu itu menyatakan niatnya. Dia mengatakan sedang dalam perjalanan.

Tamu itu membutuhkan tempat untuk menginap. Ia juga menyatakan butuh makan malam. Bekal perjalanannya telah habis.

Sayangnya, saat itu Rasulullah sedang tak bisa menjamu tamu. Tapi, Rasulullah bukanlah orang yang dengan mudah me nolak permintaan. Rasul lalu mena warkan ke pada para sahabatnya untuk menggantikan Rasul menjamu tamu itu.

Salah seorang sahabat ber na ma Abu Thalha alAnshori bersedia menjamu tamu itu di rumahnya. Abu Thalhah mengajak sang tamu ke rumahnya. Ia lalu meminta istrinya, Ummu Sulaim, untuk menjamu tamu itu dengan baik.

Sayang sekali, rupanya di rumah Abu Thalhah dan Ummu Sulaim juga sedang tidak ada makanan yang bisa disajikan untuk menjamu. “Kita tidak punya apaapa, hanya ada makanan. Itu pun hanya untuk anak kita,” kata Ummu Sulaim kepada suaminya.

Abu Thalhah memiliki ide. Ia mengatakan pada istrinya untuk segera mengajak anak nya tidur lebih awal agar pada malam itu tidak merasa lapar. Abu Thalhah meminta istrinya menghidangkan ma kanan jatah anakanak kepada tamu itu. “Lalu, hidangkan piring kosong untukku,” kata Abu Thalhah.

Kepada sang tamu, Abu Thalhah mengatakan, mi nyak sedang habis sehingga lampu tidak dinyala kan. Abu Thalhah pun menemani tamunya makan malam dalam keadaan gelap.

Sebuah piring berisi makanan dihidangkan untuk ta mu, sementara piring k o song di hadapan Abu Thalhah. Tamu makan dengan lahap.

Abu Thalhah hanya ber ­purapura makan. Ia mengerik piring kosong di depannya sampai tamu itu selesai makan dan kenyang. Tamu itu tidak menyadari bahwa Abu Thalhah tidak makan.

Keesokan paginya, Rasulullah menemui Abu Thalhah. Rupanya Rasul mengetahui apa yang dilakukan oleh sahabatnya malam itu. “Allah SWT takjub kepada apa yang kalian lakukan tadi malam,” kata Rasul sambil berse riseri.

Apa yang dilakukan Abu Thalhah disebut itsar. Itsar merupakan sikap mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri. Allah sangat menyukai sikap itsar.