Nafsu dan Akal

Rep: Lida Puspaningtyas/Berbagai Sumber/ Red: Agung Sasongko

Selasa 06 Jun 2017 12:15 WIB

Ramadhan Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu hakikat puasa adalah menekan setan. Mahkluk Allah ini tak pernah menyerah hingga akhir zaman untuk menggoda manusia, melalui syahwat.

Syahwat bisa kuat sebab makanan dan minuman. Maka perintah puasa ada untuk mengendalikannya. Dengan kata lain, menahan hawa napsu dan menyedikitkan makan jadi cara yang ampuh untuk menekan syaitan.

Setelah diizinkan makan minum dalam berbuka pun, Allah memerintahkan agar manusia tidak berlebihan. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda "Tiada tempat yang paling dibenci Allah dari perut yang penuh dengan yang halal,".

Dalam satu riwayat diceritakan soal adanya syariat puasa. Ketika Allah SWT telah menciptakan akal, lalu Allah berfirman pada akal: "Hai akal, menghadaplah engkau". Maka akalpun menghadap. Allah berfirman lagi: "Siapakah engkau dan siapakah Aku?".

Akal menjawab: "Engkau adalah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu yang lemah,". Allah berfirman lagi: "Hal akal, tiada Ku ciptakan mahluk yang lebih mulia dari engkau,".

Kemudian Allah menciptakan nafsu. Allah berfirman kepada nafsu: "Hai nafsu, menghadaplah engkau,". Nafsu diam saja dan tidak mau menghadap kepada Allah. Allah berfirman lagi: "Siapakah engkau, siapakah Aku?".

Nafsu menjawab: "Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau,". Maka Allah menyiksa nafsu di neraka Jahim selama 100 tahun, setelah itu dikeluarkan dari neraka. Allah berfirman lagi: "Siapakah engkau, siapakah Aku?,".

Nafsu menjawab jawaban yang sama. Lalu Allah menghukumnya di neraka Ju selama 100 tahun. Setelah itu Allah berfirman lagi padanya. Barulah ia mengaku bahwa ia adalah hamba Allah dan Allah adalah Tuhannya.

Oleh sebab itu Allah mewajibkan puasa. Bulan Ramadhan jadi arena medan perangnya untuk menundukkan hawa nafsu. Maka tidak aneh jika Allah pun menjadikan bulan ini penuh keistimewaan, yang bisa jadi ajang untuk mendekatkan diri pada Allah.