DPRD DKI: Pengawasan Makanan Takjil Tugas Seluruh Pihak

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Bilal Ramadhan

Selasa 06 Jun 2017 10:52 WIB

Warga berburu aneka makanan pembuka puasa. Foto: Republika/Wihdan Hidayat Warga berburu aneka makanan pembuka puasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Belly Bilalusalam menanggapi penemuan dua zat berbahaya dalam makanan takjil yang dijual di Pasar Bendungan Hilir. Menurut Belly, pengawasan makanan takjil merupakan tugas seluruh pihak.

Menurut politikus Partai persatuan Pembangunan (PPP) ini, Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta harusnya lebih hadir untuk membangun kesadaran serta edukasi kepada para pedagang maupun masyarakat terhadap zat berbahaya dalam makanan.

"Di sisi lain, saya kira pemda atau aparat penegak hukum dapat memberikan hukuman yang berat terhadap para pedagang yang masih menggunakan zat berbahaya tersebut sehingga ada efek jera," ujar Belly saat dihubungi oleh Republika.co.id, Selasa (6/6).

Sebelumnya, Kepala Balai Besar Badan Pengawasan Obat dan Makanan Provinsi DKI Jakarta (BPOM DKI Jakarta) Dewi Prawitasari membenarkan terdapat dua zat berbahaya dalam makanan takjil Pasar Bendungan Hilir (Pasar Benhil).

Dewi mengatakan zat berbahaya Rhodamin B terdapat pada kue mangkok dan Boraks (Bleng) pada kerupuk gendar. Dua zat berbahaya tersebut jika dikonsumsi secara terus menerus akan menimbulkan penyakit. Yakni, kerusakan hati, kerusakan ginjal, dan pemicu kanker.

"Kalau makan sekali, dua kali sih belum (terasa). Kalau itu kan berkali-kali, tergantung jumlah yang dikonsumsi dan dari kondisi masing-masing individu," ujar Dewi saat dihubungi Republika.co.id, Senin (5/6).

Saat ini, BPOM Provinsi DKI Jakarta terus mencari sumber pembuat makanan dengan menggunakan zat berbahaya tersebut. Sebab ada informasi yang terputus. Pedagang makanan takjil di Pasar Benhil tersebut, kata Dewi, hanya menjual saja. Ketika ditanya pembuat makanannya dimana, pedagang tersebut tidak tahu karena makanan hanya diantar oleh pengantar.

Terpopuler