Jangan Remehkan Sunah Puasa

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko

Senin 05 Jun 2017 17:00 WIB

Ramadhan Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Ada keheranan saat zaman ini ada yang sakit ketika berpuasa setelah Rasulullah, sahabat, hingga ulama tak ada yang mengalaminya. Karena itu, umat Islam diajak tidak meremehkan sunnah-sunnah kecil seperti menyegerakan berbuka puasa.

Dalam tausiyah tarawih di Masjid Hubbul Wathan pada Ahad (4/6), Ustadz Muamar Nasrullah mengatakan, sejak kewajiban berlaku pada 2 Hijriyah, Rasul, sahabat, tabi'in, hingga ulama shalafush shalih tidak sakit saat berpuasa. Sehingga mengherankan bila di zaman ini ada yang sakit saat berpuasa.

''Yang salah bukan puasanya, tapi ada yang tidak benar dalam cara kita berpuasa,'' kata Ustaz Muamar.

Maka itu, Sayid Sabiq menulis bab adab puasa Rasul dalam Kitab Fiqih Sunnah. Salah satu dari tujuh hal yang Said Sabiq tulisa adalah menyegerakan berbuka. Hal itu sering dianggap enteng.

Lebih utama segera berbuka puasa dan tidak menunda bahkan saat dalam perjalanan. Lebih baik berhenti dan berbuka dibanding melanjutkan perjalanan dan berbuka di tempat tujuan.

Berbuka puasa pun hendaknya dengan kurma basah, kurma kering, atau air putih. ''Kita kan balas dendam, semua dimakan saat berbuka puasa,'' kata Usyadz Muamar.

Setelah berbuka, segera shalat maghrib dan berdoa karena saat itu makbul. Barulah makan sekadarnya dan tidak kekenyangan agar tidak berat saat tarawih.

Dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 184, Allah SWT menutup ayat itu dengan kalimat 'puasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui'. Pada ahli tafsir mengatakan puasa lebih utama dibanding membayar fidiah atau tidak puasa karena sakit saat Ramadhan. ''Karena kebaikan puasa Ramadhan tidak akan tergantikan dengan puasa di luar Ramadhan,'' kata Ustaz Muamar.

Dalam kitab Majalis Syahru Ramadhan, Syekh Utsaimin menyatakan segala sesuatu yang muncul karena ketaatan kepada Allah, mengundang cinta dan ridha Allah. Bau mulut saat kita berpuasa karena menaati Allah, maka Allah mencintai itu.