Wanita tidak Boleh Egois Beribadah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto

Selasa 30 May 2017 15:18 WIB

Sejumlah perempuan membaca kitab suci Al Quran saat mengikuti tadarus Al Quran Ramadhan 1438 H bersama ratusan umat muslim dari organisasi perempuan NTB di Pendopo Gubernur NTB di Mataram, Selasa (30/5).  Foto: Republika/Eka Ramadani Sejumlah perempuan membaca kitab suci Al Quran saat mengikuti tadarus Al Quran Ramadhan 1438 H bersama ratusan umat muslim dari organisasi perempuan NTB di Pendopo Gubernur NTB di Mataram, Selasa (30/5).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Jamaah 'Tadarusan Organisasi Wanita' di Pendopo Tengah Kantor Gubernur NTB, Mataram, diajak tidak egois saat ibadah. Sebab ibadah itu tidak sekadar menshalihkan diri sendiri, tapi juga menebar manfaat bagi lingkungan.

Dalam tausiyah sesi akhir Tadarusan Organisasi Wanita pada Selasa (30/5), Ustadzah Atun Wardatun menyampaikan, masyarakat Bima mengenal lampu seterongkeng yang sebenarnya adalah lampu Strong King. Zaman ia kecil, lampu seterongkeng adalah sumber penerangan utama. Agar menyala, lampu itu harus dipompa dan diberi spritus. Spritus dan kuat pompa harus pas, dan lampu juga harus diganti secara periodik.

Seperti itu pula ibadah seorang Muslim. Ibadah punya punya ketentuan dan ukuran. Bila lampu seterongkeng menerangi lingkungan, begitu pula ibadah. "Ibadah jangan hanya untuk diri sendiri. Tujuan puasa agar kita bertakwa dan membawa imbas bagi yang lain bahwa Muslim itu rahmatan lil alamin," kata Ustadzah Atun.

Pada 10 hari pertama Ramadhan adalah hari-hari penuh rahmah. Puasa arus memberi dampak pada orang lain. Sering para ulama menyampaikan, tujuan puasa adalah untuk turut merasakan kondisi perut orang miskin, tidak mubadzir, dan mengajarkan kasih sayang. "Tapi tidak sampai di situ, kasih sayang juga terhadap lingkungan," kata Ustadzah Atun.

Manusia saat sedang menghadapi berbagai masalah lingkungan. Banjir di Bima belakangan ini terjadi juga karena ulah manusia seperti yang tertera dalam Alquran surat ar-Rum ayat 41.

Langkah sederhana untuk mencintai lingkungan adalah dengan tidak membuang sampah sembarangan. "Banyak yang bermobil bagus, tapi buang sampah ke jalan melalui kaca jendelanya," kata Ustadzah Atun.

Islam tidak hanya mengurus shalat puasa, dan zakat, tapi juga lingkungan sehingga kehadiran Muslim memberi cahaya untuk sekitar seperti lampu seterongkeng. Ustadzah Atun mengajak, jamaah ibadah tidak egois dalam beribadah apalagi umat Islam adalah umat terbaik. Di negara maju banyak tidak mengerti Alquran, tapi pengelolaan lingkungan mereka lebih maju dari negaram Muslim.

Ustadzah Atun berharap, dirinya dan jamaah bisa bermanfaat buat lingkungan. Sebab, apa yang generasi saat ini gunakan adalah pinjaman dari anak cucu. Maka, pinjaman itu harus kembali utuh, tidak berkurang.

"Saya mengajak kita bersama untuk menyuburkan kasih sayang kepada diri sendiri, sesama, dan lingkungan," kata Ustadzah Atun.

Ustadzah juga meningatkan jamaah untuk tidak lupa, manusia tidak hanya berinteraksi dengan manusia, tapi juga dengan lingkungan. Lingkungan juga butuh perhatian dan prioritas sendiri.

Dia mengumpamakan puasa Muslim di Ramadhan ini adalah ulat dan ular. Saat ular puasa, ia tidak bisa apa-apa. Tapi begitu selesai,

Terpopuler