REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Gubernur NTB, TGH Muhammad Zainul Majdi
Wa Huwa Syahrus Sobri menjadi bagian dari hadis Rasulullah SAW yang cukup panjang, yang memberi atribut ramadhan itu adalah itu adalah bulan kesabaran. Kesabaran itu atau sabar secara paling inti itu ihtimalul adza, jadi kemampuan atau daya mental kita untuk menanggung sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan kita.
Fitrah atau naluri manusia itu selalu ingin mendapatkan kesenangan. Puasa sebagai pengekangan beberapa hal seperti makan-minum, berhubungan suami istri, ya tentu bisa dimaknakan seperti membatasi kesenangan. Maka ada proses untuk mengendalikan diri, dan itulah kesabaran.
Puasa juga di satu sisi itu merupakan batu uji yang sangat nyata di dalam kita berinteraksi sosial yang lebih sehat. Jadi interaksi sosial kita ini menurut saya banyak sekali diwarnai ketidakmampuan kita mengendalikan diri di dalam konteks yang sempit maupun konteks yang luas. Konteks yang sempit dalam konteks secara individual, kita kurang mampu mengendalikan diri kita terhadap, misalnya, keinginan mendapatkan harta sehingga menempuh jalan yang tidak baik,koruptif, keinginan untuk berbicara dan berkata-kata sehingga kemudian menyinggung kehormatan, keyakinan dan martabat orang lain.
Secara kolektif juga banyak masalah yang terjadi di masyarakat karena ketidakmampuan kita mengendalikan diri. Misalnya, ada satu-dua masalah yang terjadi, tetapi kemudian disikapi secara tidak proporsional sehingga akhirnya membawa kemudaratan pada semua. Akhirnya rasa aman di tengah masyarakat berkurang.
Ini semua terkait dengan pengendalian diri dan di situ fungsi dari kesabaran itu, di sisi yang lain kalau kita meyakini bahwa puasa atau bulan suci ramadhan itu adalah suatu cara dari Allah SWT untuk perbesar kapasitas pribadi seorang mukmin, atau memperbesar kapasitas masyarakat atau entitas muslim, maka sesungguhnya di dalam pengendalian itu terdapat kekuatan.
Ilustrasinya seperti pohon lidah buaya itu yang di dalam bahasa Arab dinamakan shobbar dari kata sabar. Kenapa lidah buaya itu dinamakan as sobbar, karena lidah buaya itu kalau diletakan di tempat yang kering, dia akan tumbuh, bahkan semakin gemuk. Isinya lebih besar, jadi cairan di dalamnya itu lebih banyak. Dia gemuk.
Artinya apa, dia (lidah buaya) mampu mentransformasikan hambatan dan tantangan di sekitarnya menjadi potensi besar. Kekeringan bukan berarti mati. Tapi kekeringan itu justru menyuburkannya. Kekeringan, keterbatasan itu menyehatkannya, nah puasa juga seperti itu sesungguhnya. Jadi dengan konsep kesabaran pengendalian diri menahan diri itu kalau mampu dilakukan dengan konsisten maka akan mampu menghasilkan energi yang besar sekali bagi seorang muslim.
Kita bisa bayangkan, setelah ramadhan ketika masing-masing kembali melaksanakan tugasnya, masuk di dalam ranah kehidupan yang nyata dengan bekal terbiasanya dia di dalam ramadhan dengan keterbatasan selama sekian jam menahan diri dan mengontrol dirinya lahir dan batin, maka itu akan jadi energi yang besar sekali. Sehingga, tantangan apapun ke depan itu akan bisa melahirkan energi yang besar dengan sebab kesabaran.
Jadi ketika ramadhan dimaknakan dengan shahrus sobri bukan berarti bahwa kesabaran itu yang dimaksudkan kesabaran adalah ketika kita menahan diri dari makan dan minum di bulan suci ramadhan saja, tetapi bahwa kualitas kemampuan untuk menghadapi tantangan beradaptasi dalam suasana atau situasi penuh dengan keterbatasan itu menjadi modal yang luar biasa bagi seseorang pasca-ramadhan untuk bisa berbuat lebih baik berlipat-lipat dibanding sebelumnya.