Pengaruh Puasa Terhadap Kehamilan dan Menyusui

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agung Sasongko

Senin 29 May 2017 13:17 WIB

Hasil ultrasonografi yang memperlihatkan kehamilan kembar. Foto: pregmed Hasil ultrasonografi yang memperlihatkan kehamilan kembar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW telah meriwayatkan keringanan berpuasa bagi sebagian orang, termasuk ibu hamil dan menyusui. Ia bahkan menganjurkan agar ibu hamil tidak perlu berpuasa.

Dari aspek kesehatan, berpuasa dinilai menyehatkan bagi orang dewasa normal. Sementara ibu hamil, meski bukan orang sakit, ia tetap dianggap berkebutuhan khusus karena menanggung kehidupan lain di dalam tubuhnya.

Sebuah penelitian pernah dilakukan terkait pengaruh puasa terhadap ibu hamil dan menyusui. Penelitian ini dilakukan di sebuah perkampungan di Afrika Barat yang sebagian besar ibu hamil dan menyusuinya masih berpuasa selama bulan Ramadhan.

Hasil penelitian dilaporkan dalam jurnal Human Nutrition Clinical Nutrition pada 1983. Tim peneliti melakukan pengukuran kadar glukosa serum, asam lemak bebas, zat keton, alanin, insulin, glukagon dan level hormon tiroksin.

Hasilnya, tidak ada perbedaan signifikan antara kadar komponen-komponen ini pada ibu menyusui dan perempuan dewasa normal. Meski demikian, ibu menyusui harus memikul dua beban sekaligus yakni beban menyusui dan beban puasa.

Hal ini terlihat dari kadar glukosa yang terukur lebih rendah dari biasanya. Kondisi tersebut juga terjadi pada ibu hamil. "Ini karena ibu hamil dan ibu menyusui memiliki beban yang lebih," katanya.

Sementara itu, tingkat asam lemak dan zat keton terukur tertinggi pada ibu hamil. Sedangkan tingkat alaninnya rendah terutama bagi ibu di masa awal kehamilan.

"Para peneliti pun berkesimpulan bahwa cepatnya proses metabolisme saat berpuasa bagi ibu hamil dan menyusui bisa berakibat pada starvasi," katanya. Hal ini lah yang membuat ibu hamil dan menyusui mendapat keringanan dalam menjalankan ibadah wajib ini.