Meraih Ramadhan Berkualitas

Red: Agung Sasongko

Sabtu 27 May 2017 20:11 WIB

Ramadhan Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Pada bulan ini, pintu-pintu langit dibuka, pintu neraka jahanam ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Dengan berbagai fasilitas yang diberikan Allah SWT tersebut, Ramadhan seyogianya bisa menjadi momentum bagi setiap Muslim untuk memperbaiki diri. Namun, pada praktiknya tidak semua Muslim mampu menjadi pribadi yang lebih baik selepas Ramadhan. Sebab, kualitas Ramadhan yang dicapai seseorang akan sangat bergantung sekali pada kualitas ibadah yang ia kerjakan selama bulan suci tersebut.

Topik itulah yang dikaji secara mendalam oleh Ustaz Salman al-Farisi dalam pengajian akhir pekan Remaja Islam Masjid Agung Sunda Kelapa (Paris) di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (19/5) lalu. Dalam ceramahnya, dai asal Sumatra Utara itu mengatakan, Ramadhan yang berkualitas sejatinya hanya diraih oleh kaum Muslim yang benar-benar mampu memanfaatkan waktu di bulan suci itu untuk beribadah dengan baik dan benar sesuai ajaran Rasulullah SAW.

Menurut dia, bulan Ramadhan semestinya bisa kita jadikan sebagai kesempatan untuk menahan diri dari hawa nafsu yang buruk. Bukan malah kita jadikan sebagai waktu untuk pelampiasan syahwat dan selera. Namun sayangnya, tidak sedikit masyarakat yang justru terjebak dalam perilaku berlebih-lebihan saat menjalani Ramadhan.

Sebagai contoh, ketika waktu berbuka tiba, sebagian orang menjadi begitu sulit mengontrol perutnya. Mereka akan memakan apa saja yang bisa mereka makan. Mulai menyeruput dari es doger saat azan Magrib berkumandang, lalu dilanjutkan dengan menyantap nasi ditambah rendang, sayur, gulai taoco, dan kerupuk ikan. Kemudian, dilanjutkan lagi dengan melahap kolak pisang dan buah durian. "Kalau model puasa yang seperti itu yang kita jalankan maka tidak usah heran jika selepas Ramadhan ketakwaan kita tidak nambah-nambah," ujar Ustaz Salman.

Dia menuturkan, ibadah puasa sejatinya bisa menjadi sarana latihan bagi diri untuk menjauhi perilaku berlebih-lebihan. Sebab, perilaku semacam itu termasuk di antara sifat-sifat setan yang harus dijauhi. Selain itu, orang yang makan hingga kekenyangan pada saat berbuka di bulan Ramadhan, pada hakikatnya tidak akan mendapatkan hikmah atau manfaat apa pun dari puasa yang ia jalankan.

Dalam satu hadis dikatakan, "Makan, minum, berpakaian, dan bersedekahlah. Tetapi jangan berlebih-lebihan dan jangan bersikap sombong." (HR Ahmad No 6695, Bukhari 7/140, dan an-Nasa'i No 2559).

Salman mengungkapkan, selain menjauhi perilaku berlebih-lebihan dan sombong, Ramadhan yang berkualitas bisa digapai dengan menjaga ibadah shalat fardhu selama Ramadhan. Jika seseorang mampu melaksanakan lima shalat fardhu berjamaah secara sempurna (dari takbiratul ihram hingga salam) selama Ramadhan, kemudian diikuti dengan melanjutkan kebiasaan tersebut sepuluh hari pertama di bulan Syawal, maka Allah SWT menjanjikan hadiah yang sangat luar biasa untuknya.

Dalam satu hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang shalat karena Allah selama 40 hari secara berjamaah dengan mendapatkan takbir pertama (takbiratul ihram bersama imam), maka ditulis untuknya dua kebebasan, yaitu kebebasan dari api neraka dan kebebasan dari sifat kemunafikan," (HR Tirmidzi, dihasankan oleh Syekh al-Albani di Kitab Shahih al-Jami' II/1089, as-Silsilah ash-Shahihah: IV/629 dan VI/314).

Wakil Ketua Remaja Islam Sunda Kelapa (Riska), Muhammad Novar Akbar, mengatakan, kegiatan Paris rutin diadakan setiap Jumat malam. Ceramah agama yang terbuka untuk umum ini dikelola langsung oleh Biro Kajian Publik Riska.

Sesuai namanya, Akbar mengatakan, Riska memang menjadi bagian dari Masjid Agung Sunda Kelapa. Menurut dia, organisasi kepemudaan tersebut sengaja didirikan sebagai wadah untuk membina kehidupan beragama di kalangan remaja. "Selain itu, Riska juga memiliki komitmen untuk mendukung minat dan bakat para anggotanya, sehingga mereka bisa mencapai cita-cita ke arah perbaikan, terutama dalam bidang pendidikan dan kesejahteraan," kata Akbar kepada Republika.

Kemunculan Riska sendiri melalui proses sejarah yang cukup panjang. Cikal bakal organisasi ini, kata dia, dimulai sejak 1969 dengan dibentuknya Pengajian Muda-Mudi Jalan Subang.  Dua tahun berselang, Masjid Agung Sunda Kelapa resmi berdiri dan kemudian mewadahi kegiatan kepemudaan tersebut. Pada 1974, pengajian muda-mudi Jalan Subang akhirnya bertransformasi menjadi Riska dengan mengadopsi sistem keanggotaan yang inklusif.

Sejak berdirinya sampai sekarang, Riska kerap mengadakan kegiatan studi Islam untuk berbagai kalangan, di samping menawarkan layanan pendidikan dan workshop untuk kesenian, fotografi, jurnalistik, dan olahraga. Organisasi ini juga sering kali menggelar kegiatan sosial unggulan seperti program Adik Asuh Riska.

"Tidaklah berlebihan kiranya jika Riska juga dianggap sebagai salah satu barometer remaja masjid di Indonesia. Hal itu bisa diihat dengan tingginya antusiasme komunitas remaja masjid dari berbagai provinsi di Tanah Air melakukan studi banding ke Riska," ujarnya.

Terpopuler