Ziarah Kubur di Antara Tradisi Bunga, Yasinan, dan Air Limau, Bolehkah?

Red: Agus Yulianto

Jumat 26 May 2017 08:00 WIB

Warga melakukan ziarah kubur (Ilustrasi) Warga melakukan ziarah kubur (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Pelaksanaan Ziarah kubur juga memberikan banyak cerita dan juga menimbulkan puluhan tanya. Hal ini terjadi karena adanya beberapa kegiatan tambahan yang dilakukan para peziarah, dari berbagai daerah tampak memiliki ciri dan konsep yang berbeda. Saat melakukan ziarah kubur jelang ramadhan, masyarakat tidak hanya sebatas yasinan dan membersihkan pemakaman, akan tetapi juga menabur bunga dan air limau (wewangian) ke atas makam, banyak yang melakukan, ada pula yang tidak.

Ditemui di lokasi perkuburan Muslim Kaje Kaje Aek Manis Sibolga Kamis, (25/5), salah seorang peziarah Abdul Haris dan keluarga yang membawa bunga dan wewangin mengatakan, kalau apa yang dilakukannya merupakan kebiasaan yang dilihatnya sejak lama. Dia mengatakan, yang dilakukannya ini hanya tradisi dan hanya bersifat mengikuti.

Peziarah lain yang sama sekali tidak membawa apa-apa. Peziarah yang bernama Ahmad Kahfi ini mengatakan, tidak membawa bunga atau air dan semacamnya karena merasa itu bukan sesuatu yang wajib baginya. Kahfi mengatakan, tidak paham dan tidak tahu apa makna dari kegiatan itu, sehingga memilih tidak melakukannya sekarang ini.

Kahfi mengatakan, sebelum mengetahui dasar hukum dengan pasti, beliau tidak tertarik melakukannya. Kahfi juga mengaku sudah bertanya kebeberapa orang yang dipandangnya paham tentang agama, tapi belum menemukan jawaban yang pasti.

"Semuanya masih mengambang, ada yang mengatakan boleh-boleh saja, dan ada pula yang malah mengatakan itu sama sekali bukan kebiasaan yang dilakukan oleh Islam pada masa Rasul hingga masa khalifah," katanya.

Kahfi mengaku, belum memahami tradisi itu dengan benar, Kahfi tidak melakukannya karena tidak mau mengerjakan sesuatu hanya dengan alasan ikut ikutan saja sifatnya.

WKM III Humas MAN Sibolga Khairuman Lubis mengatakan, banyak sekali ragam tradisi yang berhubungan dengan ziarah kubur yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, mulai dari mengaji Alquran, tahlil, yasinan hingga menyirami pusara dengan air dan bunga. Tentang dasar hukum berbagai tradisi tersebut, telah sering disebutkan oleh para ulama yang diyakini ilmu keagamaannya.

Kata dia, di antara dasar hukum menyiram kuburan dengan air dingin ataupun air wewangian (bunga) tersebut seperti yang dikemukakan oleh Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatu az-Zain menerangkan bahwa hukum menyiram kuburan dengan air dingin adalah sunnah.

Hal ini, kata Khairuman Lubis, berdasarkan hadist yang berisi : Dari Ibnu Umar ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing sedang yang lainnya lagi karena sering mengadu domba.

Kemudian Rasulullah menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, kenapa Engkau melakukan hal ini ya Rasul ? Rasulullah menjawab: Semoga Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering. (Sahih Bukhari 1361).

Akan tetapi, kata Khairuman Lubis, ada juga yang berpendapat jika dalam hadist itu Rasul yang melakukan dan beliau tidak meminta sahabat yang lain melakukan hal yang sama. Sehingga, kata Khairuman Lubis, ada banyak yang berpendapat itu merupakan bentuk syafaat yang hanya bisa dilakukan Rasul seorang saja.

Karena itu, kata Khairuman Lubis, sebaiknya kembali kepada niatnya saja, karena itu adalah perbuatan atau tindakan yang bukan berkapasitas wajib. "Semua perbuatan tergantung kepada niat, jika niatnya bagus, maka rasanya tidak masalah, karena itu juga tidak memberikan pengaruh buruk apapun. Akan tetapi jika niatnya kurang baik, sebaiknya tidak perlu diulang selanjutnya," ujarnya.