Pahlawan Sampah Bali Sambut Ramadhan

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Yudha Manggala P Putra

Jumat 26 May 2017 00:30 WIB

Muslimah Denpasar yang tergabung dalam Persatuan Istri Karyawan Telkomsel (Periskasel) Bali Nusa Tenggara, Hijabers Mom Community (HMC) Bali, dan Muslimat NU Bali berbagi sembilan bahan pokok (sembako) kepada ratusan pemulung Foto: Republika/Mutia Ramadhani Muslimah Denpasar yang tergabung dalam Persatuan Istri Karyawan Telkomsel (Periskasel) Bali Nusa Tenggara, Hijabers Mom Community (HMC) Bali, dan Muslimat NU Bali berbagi sembilan bahan pokok (sembako) kepada ratusan pemulung

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Gunung sampah menjadi pemandangan sepanjang perjalanan menuju ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, Pesanggaran, Bali. Tempat ini adalah mata rantai terakhir dari pengolahan sampah di kawasan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita).

Ada kehidupan di balik timbunan sampah yang letaknya tak jauh dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai ini. Di balik pesona Pulau Dewata yang memikat dunia, sekitar empat ratus jiwa pemulung menggantungkan hidup dengan cara memilah dan mengolah sampah yang masuk setiap harinya ke areal seluas 32 hektare tersebut.

Ibu Sucip (35 tahun) adalah salah seorang pemulung yang tinggal di TPA Suwung. Ibu tiga anak ini sama seperti umat Muslim lainnya yang bersiap menyambut Ramadhan 1438 Hijriyah tahun ini. Meski demikian, bulan suci baginya sama seperti bulan-bulan lain di mana ia tetap bekerja memilah sampah, tetap menjalankan tugas sebagai ibu dan istri di keluarga, juga tetap hidup dalam suasana serba sederhana.

Sucip berada di antara ratusan pemulung lain yang mengantre dalam acara pembagian sembilan bahan pokok (sembako), Kamis (25/5) pagi itu. Dermawan yang tergabung dalam Persatuan Istri Karyawan Telkomsel (Periskasel) Bali Nusa Tenggara, Hijabers Mom Community (HMC) Bali, dan Muslimat NU Bali membagikan bungkusan berisi beras, gula, mi instan, kecap, teh, kopi, dan kebutuhan lain yang baginya cukup istimewa dinikmati saat sahur pertama bersama keluarga.

"Bagi-bagi sembako menjelang Ramadhan seperti ini sangat membantu kami," kata Sucip kepada Republika, Kamis (25/5).

Wanita asal Probolinggo ini mengatakan bantuan dari dermawan biasanya berdatangan menjelang Ramadhan. Kondisinya sangat kontras di hari-hari biasa di mana jumlah bantuan yang diterima sangat jarang.

Meski demikian, Sucip tetap bersyukur karena masih diizinkan tinggal di kawasan tersebut yang tak jarang disengketakan. Lalat-lalat beterbangan bukan hal yang merusak pemandangan. Bau busuk sampah menusuk hidung sudah tak mengganggu lagi.

Bali sangat bergantung pada pemulung dalam penanganan sampah. Perwakilan Unit Pengelola Sampah Sarbagita, Agung Sukmawati mengatakan ratusan pemulung di Suwung adalah pahlawan. Ini karena sampai saat ini belum ada teknologi super canggih untuk memilah sampah di TPA ini.

"Keberadaan mereka sangat membantu walaupun belum maksimal. Pemulung ini memilah sampah yang masih bisa dimanfaatkan," kata Sukma.

Volume sampah yang masuk ke TPA Suwung setiap harinya maksimal 4.200 meter kubik. Sistem pengelolaan sampah di sini masih bersifat open dumping, sehingga sangat banyak sampah terbengkalai.

Pemerintah daerah, kata Sukma masih terus mencari investor yang tepat untuk dikaji dalam pengolahan sampah Sarbagita yang aman ke depannya. Keberadaan pemulung sementara ini sangat membantu, khususnya memilah sampah organik dan anorganik.

Truk-truk sampah dari empat kabupaten kota berdatangan membawa sampah setiap harinya. Keluarga pemulung yang sudah mempunyai langganan truk masing-masing menyambut dan langsung mengelompokkan sampah.

Sukma berharap lebih banyak pihak memperhatikan kehidupan pemulung Suwung. Ini karena kondisi kesehatan mereka sangat mengkhawatirkan. "Harapannya bantuan-bantuan seperti ini ditingkatkan. Uluran tangan tersebut sangat kami hargai karena membantu keluarga pemulung saat bulan puasa, terutama anak-anak mereka," ujar Sukma.

Terpopuler