Tradisi Balimau Jelang Ramadhan di Minangkabau

Rep: Kamran Dikarma/Hafidz Muftisany/ Red: Yudha Manggala P Putra

Selasa 23 May 2017 13:40 WIB

  Warga Padang melakukan mandi balimau di sungai Batang Kuranji.  (Republika/Umi Nur Fadhilah) Warga Padang melakukan mandi balimau di sungai Batang Kuranji. (Republika/Umi Nur Fadhilah)

REPUBLIKA.CO.ID, MINANGKABAU -- Mayoritas umat Islam di dunia selalu melakukan persiapan ketika hendak menyambut bula suci Ramadhan. Persiapan tersebut selalu identik dengan proses penyucian diri, jiwa, serta kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan amalan ibadah.

Di Indonesia sendiri, terdapat ragam tradisi turun menurun yang biasa dilakukan masyarakat dalam rangka menyambut datangnya Ramadhan. Di Minangkabau, Sumatra Barat, misalnya, terdapat tradisi bernama balimau.

Dalam praktiknya, balimau diwujudkan melalui upacara mandi dengan menggunakan air bercampur limau (jeruk). Terkadang, masyarakat Minangkabau juga menambahkan air tersebut dengan beberapa ramuan alami beraroma wangi, seperti daun pandan, bunga kenanga, dan akar tanaman gambelu. Selanjutnya, air beraroma semerbak itu dibasuh ke sekujur badan hingga kepala. Seluruh rangkaian ini biasanya dilakukan di tempat pemandian pribadi.

Kegiatan tersebut pun memiliki makna konotatif, yakni sebagai proses pembersihan diri secara lahir dan batin sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Tradisi ini dipercaya telah berlangsung sejak berabad-abad silam dan diwariskan turun temurun oleh masyarakat Minangkabau hingga saat ini.

Adapun keterangan mengenai pemilihan jeruk atau limau karena ketika zaman dahulu tidak semua kalangan masyarakat Minangkabau dapat mandi dengan bersih. Alasannya, karena tiadanya sabun atau wilayahnya yang kekurangan air. Kala itu, beberapa daerah di Minangkabau telah memanfaatkan limau atau jeruk sebagai pengganti sabun karena sifatnya yang mampu melarutkan minyak atau keringat pada badan.

Meski begitu,  dalam perkembangannya, ada sebagian pergeseran dari masyarakat atau pelaku tradisi tersebut, terutama kalangan generasi muda. Bila mulanya tradisi ini biasa dilakukan di tempat pemandian pribadi, saat ini sebagian besar masyarakat melaksanakan kegiatan tersebut di tempat pemandian umum, seperti sungai.

Pada akhir Mei lalu Majelis Ulama Indonesia Sumatera Barat mengimbau masyarakat tidak melaksanakan tradisi tersebut. Sebab, kegiatan atau tradisi balimau bukan cara yang tepat untuk menyambut datangnya Ramadhan. Ketua MUI Sumatra Barat Gusrizal Gazhar mengatakan, Ramadhan memang layak disambut dengan kegembiraan.

Tapi, jangan sampai ekspresi tersebut melanggar ketentuan ajaran Islam. Ia menilai, hal yang baik dan tepat menyambut Ramadhan adalah dengan memperbanyak amalan-amalan, seperti puasa sunah dan memperbaiki iman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Hal tersebut dirasa akan lebih berdampak dan bermanfaat untuk mereka.

Ketua MUI Mukomuko, Bengkulu, Saikun mengatakan, tidak ada salahnya jika masyarakat telah terbiasa melakukan tradisi balimau dalam rangka menyambut Ramadhan. Namun, ia menyarankan agar tempat pemandian antara lelaki dengan perempuan tidak dicampur begitu saja.

Ada baiknya bila tempatnya dipisah. Hal itu dilakukan agar tradisi tersebut tidak berpotensi menimbulkan kegiatan maksiat.

Saikun menilai, lebih baik lagi bila masyarakat melakukan tradisi balimau di rumah masing-masing. Sebab, menurutnya, yang paling penting dari tradisi balimau bukan ketika mereka mandi beramai-ramai di sebuah tempat, melainkan ketika mereka berniat untuk menyucikan diri secara lahir dan batin sebelum tiba di bulan suci Ramadhan.

Terpopuler