REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada umatnya, baik laki-laki maupun perempuan, untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Ibnu Abbas mengisahkan, Rasulullah senantiasa keluar rumah bersama istri-istri dan anak-anaknya pada dua hari besar umat Islam tersebut. Ini adalah bagian dari syiar Islam.
Rasulullah keluar rumah untuk menuju tempat shalat. Kedua shalat itu merupakan sunah muakad. Menurut Sayyid Sabiq melalui karyanya, Fiqih Sunnah, shalat Idul Fitri lebih utama dilakukan di lapangan. Boleh digelar di dalam masjid, dengan catatan karena ada halangan, seperti hujan atau bentuk halangan lainnya.
Sayyid mengatakan, Nabi Muhammad biasa menunaikan shalat hari raya di lapangan dan tak pernah menjalankannya di masjid. “Hanya sekali itu terjadi saat turun hujan,” kata dia.
Sebelum shalat di lapangan, Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah dalam bukunya Fiqih Wanita mengatakan, disunahkan bagi umat Muslim untuk mandi, mengenakan pakaian dan wewangian terbaik yang dipunyai. Menurut Anas bin Malik, Rasulullah menekankan kedua hal itu, bahkan beliau mempunyai pakaian khusus yang dipakainya pada hari Jumat dan hari raya.
Bagi perempuan, pemakaian wewangian tersebut sebaiknya tak berlebihan sehingga tak terjerembap ke dalam perbuatan dosa. Sebelum berangkat ke tempat shalat, ada hal lain yang dicontohkan Rasulullah, yaitu makan. Rasul mengonsumsi kurma dalam jumlah ganjil. Ibnu Qudamah menyatakan, tak ada perbedaan pendapat mengenai hal ini.
Para perempuan, termasuk janda, gadis, juga perempuan lanjut usia bahkan yang sedang haid dianjurkan untuk melangkahkan kakinya menuju lapangan agar dapat menyaksikan kebaikan dan doa kaum Muslim. Saat khotbah, misalnya, mereka bisa mengambil pelajaran dari khotbah tersebut meski mereka tak menunaikan shalat.
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah mengatakan, hendaknya para suami berangkat bersama istri dan anak-anaknya ke tanah lapang sambil bertakbir. Ummu Athiyyah menuturkan, kaum perempuan pada masanya diperintahkan keluar rumah pada hari raya juga mengajak perempuan yang haid di mana mereka berada di belakang orang-orang yang shalat. Mereka bertakbir dan berdoa.
Dianjurkan agar saat berangkat dan pulang dari tempat pelaksanaan Idul Fitri melalui jalan yang berbeda. Pada praktiknya, shalat hari raya dikerjakan tanpa mengumandangkan azan dan iqamat. "Selain itu, tak satu pun dalil yang menetapkan adanya shalat sunah sebelum atau sesudahnya," kata Uwaidah.
Keterangan Ibnu Abbas menjadi sandaran tentang hal ini. Menurut dia, Rasulullah pernah berangkat untuk shalat pada hari raya. Lalu beliau mengerjakan shalat dua rakaat dan tidak menjalankan shalat lain sesudah atau sebelumnya. Shalat hari raya jumlahnya dua rakaat. Pada rakaat pertama, setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca al Fatihah, disunahkan membaca takbir sebanyak tujuh kali.
Pada rakaat kedua, membaca takbir lima kali sambil mengangkat tangan setiap kali bertakbir. Shalat ini sah, baik oleh laki-laki, perempuan, dan anak-anak, dalam keadaan musafir atau mukim secara berjamaah atau sendirian di lapangan, masjid, atau rumah. Mereka yang tertinggal shalat berjamaah hendaknya tetap shalat dua rakaat.
Uwaidah menambahkan, alangkah baiknya bila perempuan pun bersedekah. Mengenai hal ini, Jabir bin Abdullah menyatakan, Nabi Muhammad pernah turun dari mimbar setelah shalat dan khotbah. Ia kemudian mendatangi kaum perempuan serta mengingatkan mereka untuk bersedekah. Kala itu, Muhammad bersandar pada tangan Bilal.
Dan Bilal mengembangkan jubahnya. Tak lama berselang, para perempuan itu memasukkan sedekah ke dalam bentangan kain jubah itu. Jabir bertanya pada Atha, apakah itu merupakan zakat fitri dan dijawab bukan, melainkan sedekah pada hari tersebut. Ada di antara perempuan-perempuan itu yang melepas cincinnya dan apa pun yang mereka miliki.