Keutamaan Menahan Amarah dan Memaafkan

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ilham

Jumat 26 May 2017 05:30 WIB

Ilustrasi Amarah Foto: Foto : MgRol_94 Ilustrasi Amarah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran secara tegas dan terang-terangan menyerukan umat Islam untuk menahan amarah. Alquran juga menyerukan umat Islam untuk memaafkan kesalahan orang lain. Hal ini semata-mata untuk kebaikan umat Islam itu sendiri.

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran: 133-134).

Memang kadang sulit untuk menahan kemarahan yang sudah begitu memuncak. Namun ayat di atas memberikan petunjuk cara melakukannya. QS Ali Imran 133-134 menjelaskan bahwa menahan amarah hanya dapat dilakukan apabila ada kesiapan hati untuk memaafkan. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang mudah memaafkan kesalahan orang lain, akan menjadi penyebab dirinya tak mudah melampiaskan amarah.

Tak tanggung-tanggung, Allah menjanjikan surga bagi mereka yang menahan amarah dan memaafkan. Mereka akan disukai oleh Allah SWT, sesama manusia, dan juga malaikat-Nya. Dikisahkan Abu Bakar RA, Rasulullah SAW memberikan nasihat elegan dan pesan yang istimewa agar seseorang yang dicaci atau disakiti hatinya tak perlu membalas dengan perbuatan (kotor) yang sama. Bersikap diam, tenang, dan tidak membalas keburukan jauh lebih suci dibandingkan mengumbar kemarahan.  

Suatu ketika, Abu Bakar duduk bersama Rasulullah SAW dan mendapat cacian dari seseorang dalam waktu yang lama. Setelah sekian lama dicaci dan tidak kunjung berhenti, Abu Bakar pun membalas caciannya. Rasulullah SAW marah, lalu berdiri. Abu Bakar menyusulnya, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, dia mencaciku, padahal Engkau duduk (bersamaku). Ketika aku membalas beberapa caciannya, Engkau malah marah dan meninggalkanku." Mendengar pertanyaan sahabatnya, Rasulullah SAW memberikan nasihat bahwa ketika Abu Bakar diam, ada malaikat yang telah membalaskan cacian untuknya. Sebaliknya, ketika cacian itu dibalas, datanglah setan.

Kisah ini memberikan inspirasi berharga. Betapa menahan amarah akan mendatangkan kebaikan. Beriringan dengan itu, sikap memaafkan pun harus dibangun. Memang sulit, tetapi bukankah kita mendambakan ampunan-Nya? Semoga kita termasuk dalam kategori hamba yang mendapatkan ampunan dari Allah SWT dan surga-Nya. Semoga puasa pada bulan Ramadhan kali ini menjadi ajang penempaan diri untuk lebih pandai dalam menahan amarah dan memaafkan. Pada akhirnya, ibadah kita akan disambut dengan ampunan dan ridha-Nya.