Dua Tangisan Abu Hurairah Saat Bertemu Rasulullah

Red: Ilham

Jumat 26 May 2017 05:00 WIB

Abu Hurairah memutuskan untuk berkhidmat (menjadi pelayan) Nabi dan menemani beliau. Foto: Angus Thompson Abu Hurairah memutuskan untuk berkhidmat (menjadi pelayan) Nabi dan menemani beliau.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abu Hurairah masuk Islam dengan perantaraan Thufail bin Amr Ad-Dausi. Islam sendiri masuk ke negeri Daus sekitar awal tahun ke-7 Hijriyah, yaitu ketika Abu Hurairah menjadi utusan kaumnya menemui Rasulullah SAW di Madinah.

Pada zaman Jahiliyah, orang memanggilnya Abu Syams. Diberi gelar Abu Hurairah, karena waktu kecil dia mempunyai seekor anak kucing betina dan selalu bermain-main dengannya. Maka gelar masa kecilnya lebih populer daripada nama aslinya.

Setelah Rasulullah mengetahui gelar dan asal-usul namanya, maka beliau selalu memanggilnya "Abu Hirr" sebagai panggilan akrab. Dan Abu Hurairah lebih terkesan dengan panggilan "Abu Hirr" daripada "Abu Hurairah".

Rasulullah pernah bertanya kepadanya, "Siapa namamu?" "Abu Syams," jawabnya singkat. "Bukannya Abdurrahman (Hamba Allah)?" tanya Rasulullah. "Demi Allah, benar. Abdurrahman, ya Rasulullah," jawab Abu Hurairah setuju.

Setelah masuk Islam, pemuda Daus itu memutuskan untuk berkhidmat (menjadi pelayan) Nabi dan selalu di sisi beliau. Oleh karena itu, ia tinggal di masjid, di mana Rasulullah mengajar dan menjadi imam. Selama Rasulullah hidup, Abu Hurairah tidak menikah dan belum punya anak.

Namun ia mempunyai ibu yang sudah lanjut usia, dan masih tetap musyrik. Abu Hurairah tidak berhenti mengajak ibunya masuk Islam, karena dia sangat menyayanginya dan ingin berbakti. Tetapi ibunya malah menjauh dan menolak ajakannya. Ia pun meninggalkan ibunya dengan perasaan kacau dan hati yang terkoyak.

Dia pernah mengajak ibunya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, namun sang ibu menolak sambil mencela Rasulullah dengan kata-kata yang menyedihkan dan menyakitkan hati. Ia pun pergi menemui Nabi SAW.

"Mengapa kau menangis, wahai Abu Hurairah?" tanya Rasulullah.

"Aku tidak bosan-bosannya mengajak ibuku masuk Islam. Tetapi ia selalu menolak. Hari ini ia kuajak masuk Islam, tapi ia malah mengucapkan kata-kata yang tidak pantas mengenai dirimu, wahai Rasulullah, yang tak sudi kudengar. Tolonglah doakan, ya Rasulullah, semoga ibuku tergugah masuk Islam," katanya.

Rasulullah pun mendoakan semoga hati ibu Abu Hurairah terbuka untuk masuk Islam.

Pada suatu hari, ketika pulang ke rumahnya, Abu Hurairah mendapati pintu dalam keadaan tertutup. Di dalam terdengar bunyi gemercik air. Tatkala hendak masuk ke dalam, terdengar suara ibunya, "Tunggu di tempat!" Agaknya sang ibu tengah berpakaian. Tak lama kemudian. "Masuklah!" kata ibunya.

Begitu masuk ke dalam, ibunya berkata, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."

Abu Hurairah kembali kepada Rasulullah sambil menangis gembira, sebagaimana sebelumnya ia menangis karena sedih. "Bergembiralah wahai Rasulullah, Allah mengabulkan doa Anda. Ibuku telah masuk Islam," ujarnya.

Abu Hurairah mencintai Rasulullah hingga mendarah daging. Dia tak pernah bosan memandang wajah Rasul. "Bagiku tidak ada yang lebih indah dan cemerlang selain wajah Rasulullah SAW. Dalam penglihatanku, seolah-olah matahari sedang memancar di wajah beliau," katanya suatu ketika.

Sebagaimana besar cintanya kepada Rasulullah SAW, maka begitu pula besar cintanya kepada ilmu. Sehingga ilmu menjadi kegiatan dan puncak cita-citanya. Abu Hurairah mempunyai kelebihan perpaduan antaran seni menangkap apa yang didengarnya dan kekuatan ingatan yang luar biasa.

Hampir tak pernah ia melupakan satu kata atau satu huruf pun dari semua yang pernah didengarnya. Ia telah mewakafkan hampir seluruh hidupnya untuk lebih banyak mendampingi Rasulullah SAW, sehingga ia termasuk salah seorang sahabat yang paling banyak menerima dan menghafal hadis, serta meriwayatkannya. Ia telah menghafal tidak kurang dari 1.609 hadits Rasulullah SAW untuk kaum Muslimin.

Terpopuler