REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat muslim di seluruh dunia Rabu (6/7) merayakan Idul Fitri, hari raya yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadan.
Penentuan hari Idul Fitri dilakukan tak jauh berbeda dengan awal puasa Ramadan, yaitu dengan mengamati penampakan bulan (hilal).
Perayaan hari Idul Fitri dilakukan beragam, berbeda di tiap negara. Hari itu dimulai dengan ibadah pagi, dilanjutkan acara santap bersama dan kunjungan ke sanak saudara.
Bagi para pengungsi perang di Suriah dan konflik Irak, Idul Fitri merupakan hari yang dirayakan jauh dari rumah. Keluhan para pengungsi Suriah yang melarikan diri ke kamp tak resmi dekat Lembah Bekaa, Lebanon adalah rindu kampung halaman.
"Saat kami menyapa satu sama lain, harapannya semua pengungsi di sini dapat pulang ke Suriah. Saya pun berharap dapat kembali ke sana," ungkap Mohammed, 24 tahun yang melarikan diri dari Suriah sekitar tiga tahun lalu.
Presiden Bashar Al Assad mengunjungi Kota Homs, Suriah, untuk shalat Idul Fitri, menurut siaran televisi pemerintah. Hari Idul Fitri juga turut dirayakan di negara Timur Tengah lainnya, begitu pun negara di Asia dan Afrika.
Ratusan orang berkumpul di Mogadishu dalam stadion terbuka untuk menjalankan ibadah shalat Idul Fitri berjamaah. Sementara di Addis Ababa, para pria terlihat bernyanyi setelah menjalankan shalat Idul Fitri.
Ribuan orang lainnya di Indonesia, negara berpopulasi umat muslim terbesar dunia, juga mengikuti shalat Idul Fitri berjamaah di Masjid Agung Dian al-Mahri, Provinsi Jawa Barat.
Sementara itu, di Karachi, Pakistan, hari raya dilakukan dalam pengawasan ketat polisi dibantu tentara menjaga sejumlah lokasi pelaksanaan ibadah Idul Fitri. Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mendesak adanya perdamaian bagi seluruh pihak yang tengah berperang di negaranya.