Dilema Pemudik Motor, Antara tak Tega dan Biaya

Red: Yudha Manggala P Putra

Selasa 05 Jul 2016 06:10 WIB

Pemudik bersepeda motor melintasi ruas jalur Pantura saat balik ke Jakarta di Slaur, Indramayu, Jawa Barat. Foto: Antara/Dedhez Anggara Pemudik bersepeda motor melintasi ruas jalur Pantura saat balik ke Jakarta di Slaur, Indramayu, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, GOMBONG -- Hari sudah berganti Senin (4/7). Jam menunjukkan pukul 01.30 dini hari WIB. Udara pagi cukup dingin, embun pun mulai turun di salah satu area pengisian bahan bakar (SPBU) di Gombong Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Di teras mushala yang berlokasi dekat persawahan, Najwa (3 tahun) tampak terlelap di pangkuan ibunya Yasmi Herni (29) yang berusaha melawan kantuk. Sementara sang ayah Irwan (30), sudah tergeletak pulas di atas lantai.

Keluarga muda ini baru saja menempuh perjalanan naik motor dari rumah mereka di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Tujuan disasar Boyolali, Jawa Tengah. Mereka adalah sebagian dari ribuan warga yang memilih sepeda motor sebagai alat transportasi mudik ke kampung halaman. Area SPBU ini menjadi persinggahan ternyaman setelah melakukan perjalanan panjang.

Di lokasi yang dijuluki pemudik "Hotel Pertamina" ini tersedia fasilitas mulai dari toilet, kamar mandi, mushala dan minimarket. Hanya saja jangan berharap mendapati tempat tidur nyaman dan empuk. Lantai mushala pun dipilih pemudik sebagai salah satu penggantinya.

Di tempat ini, pengelola mushala mengizinkan siapapun untuk tidur, selama tidak di dalamnya. Menurut mereka area dalam hanya untuk beribadah. Pemudik yang tidak kuat menahan kantuk dan lelah terpaksa tidur di teras luar mushala. Najwa termasuk di antaranya. Di tengah udara dingin, gadis kecil itu tak punya banyak pilihan.

Najwa dan orang tuanya adalah potret dari 'tradisi' lama pulang kampung menggunakan motor yang masih dilakukan masyarakat Indonesia. Kebiasaan ini masih menjadi dilema. Apalagi, kerap disebutkan, salah satu penyumbang terbesar angka kecelakaan selama arus mudik dan balik lebaran adalah pengendara motor. Sebagian dari korban adalah anak-anak.

Pemudik motor seperti Irwan bukan tidak menyadari risiko yang mengintai di jalanan saat mudik. Apalagi menempuh perjalanan panjang yang tidak seharusnya menggunakan sepeda motor.

"Kalau boleh memilih, siapa sih yang tega bawa anak berpanas-panas dan kehujanan naik sepeda motor. Jaraknya jauh pula," kata pria yang bekerja sebagai tenaga penjual di sebuah perusahaan swasta di Jakarta itu.

Namun biaya diakuinya menjadi salah satu kendala. Pilihan jatuh pada sepeda motor karena ongkos lebih murah. Apalagi, kendaraan ini juga bisa digunakan untuk berkeliling saat berlebaran di kampung. "Saya tidak punya pilihan lain, selain sepeda motor karena memang hanya itu yang saya punya," ujar Irwan.

Terpopuler