REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Ramadhan di negeri sakur berbeda dengan negara dengan mayoritas muslim. Di Tokyo, Jepang harus benar-benar memerhatikan matahari terbenam karena tak ada suara adzan berkumandang dan siaran televisi untuk mengingatkan adzan maghrib.
Inilah yang dirasakan Ketua bidang Dakwah MUI KH Cholil Nafis di Tokyo, Jepang, beberapa hari terakhir Ramadhan. Banyak muslim di Jepang yang tidak memedulikan Lailatul Qadr maupun bingkisan lebaran.
"Bahkan hari raya pun mereka tetap kerja dan tak libur, sehingga WNI yang berada di Jepang biasanya meminta kepastian hari raya lebaran untuk izin cuti kerja demi berlebaran bersama dengan keluarga Muslim Indonesia di Jepang," ujar dia dalam siaran pers, Jumat (1/7).
Saat berpuasa di Tokyo, Cholil merasa lebih dekat dengan Allah SWT karena diantara satu dengan yang lain tak saling tahu menahu mengenai ibadah wajib yang dilaksanakan satu bulan dalam setahun ini. Biasanya warga Jepang mengetahui puasa Ramadhan yang dijalani umat Muslim karena memang saling kenal.
Restoran Indonesia di Tokyo baik milik WNI maupun warga asli Jepang tetap buka di siang hari meski sebagia besar pekerjanya adalah warga Indonesia. Tetapi mereka tetap menghormati Ramadhan dengan hanya berbuka saat makan siang kemudian tutup dan buka kembali menjelang Maghrib.
Suasana Ramadhan di Tokyo amat terasa jika sudah benar-benar berada di lingkungan masyarakat Indonesia seperti di kantor KBRI di Tokyo, Jepang. Setiap zuhur, KBRI selalu menyelenggarakan shalat berjamaah dilanjutkan dengan pengajian.
Kegiatan ini memang rutin diselenggarakan Keluarga Masyarakat Islam Indonesia. Kegiatan Ramadhan juga berlangsung di Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT) diantaranya buka bersama dan tarawih lengkap dengan kajian agama tematik.
WNI di Jepang mengaku kepada Kyai Cholil, suasana keakraban dan silaturahim lebih terasa saat Ramadhan. Ramadhan tahun ini di Tokyo memang sedang memasuki musim panas sehingga pagi lebih cepat datang.
Mereka berpuasa sejak pukul 02.40 waktu setempat dan baru berbuka pukul 19.04 waktu setempat. Kyai Cholil yang menjadi pengisis acara semarak Ramadhan pun harus mengubah pola tidurnya demikian juga dengan WNI yang tinggal sementara di sana.
Masjid pun jarang ditemui di Jepang. Masjid Indonesia pun masih dalam proses pembangunan. Sehingga untuk i'tikaf hanya dapat dilakukan di rumah masing-masing. Aktifitas muslim Indonesia diselenggarakan di Balai Indonesia.
Masyarakat Indonesia di Tokyo berharap masjid Indonesia segera cepat selesai seperti yag dimiliki Turki. Meski Jepang ramah dan memiliki wisata halal tetapi pemerintahnya belum menyediakan masjid untuk umat muslim. Saat ini WNI di Jepang telah mencapai 10 ribu. Saat Idul Fitri mereka biasanya akan berkumpul di kantor KBRI.